Hari berikutnya, Ewan pagi-pagi sekali pergi ke Aula Raja Maut. Dia ingin menyembuhkan kaki Dewa Perang sebelum meninggalkan ibu kota.Setengah jam kemudian, Ewan tiba di kantor Dewa Perang. Baru hendak masuk, dia melihat Dewa Perang duduk di dekat jendela, berjemur sambil memegang sebuah gulungan buku. Dia membaca dan melafalkan."Berabad negeri tegak berdiri, pahlawan hebat tak lagi ditemui. Panggung tari, balai melodi, keanggunan lenyap disapu angin dan hujan pergi.""Di bawah senja, rumput, pepohonan, dan lorong-lorong sunyi, katanya dulu ada yang pernah bermukim di sini. Terbayang kembali masa gemuruh perang, kuda dan pedang berlari, gagah perkasa, menyapu puluhan kilometer bak harimau menguasai bumi ini."Ewan berdiri di pintu. Dia tidak langsung masuk, hanya diam memandang Dewa Perang.Dewa Perang melanjutkan,"Di tahun-tahun yang tergesa-gesa, kemenangan masih menyisakan luka, sebuah kejayaan yang berakhir pada pandangan cemas ke arah utara.""Empat puluh tiga tahun lewat begit
Read more