Semua Bab Cinta Kita Sudah Sampai Ujung: Bab 301 - Bab 310

Alfredo memang sangat menyukai Bella. Saat bersama Bella, meski jarang bicara, setiap kali Bella bertanya, dia selalu menjawab dengan serius.Jawabannya pun selalu singkat, hanya beberapa kata.Zaina dan tiga orang dewasa lainnya, Jake dan Marlon, berdiri di pinggir lapangan, menyaksikan kedekatan dua anak itu. Menurut mereka, adegan itu begitu hangat dan menenangkan."Ini luar biasa! Aku mengurus Alfredo selama dua tahun. Selain bos kami, ini pertama kalinya aku melihat dia mau dekat dengan orang lain.""Mungkin itu karena putriku terlalu menggemaskan?" Jake mengangkat alisnya, penuh kebanggaan. "Dia itu anak yang paling populer di sekolahnya."Mendengar itu, Zaina tersenyum. "Kamu beruntung sekali. Dengan anak perempuan yang menggemaskan seperti itu, istrimu pasti orang yang hebat. Dia mendidik Bella dengan sangat baik."Jake berdeham pelan sebelum berkata, "Dia bukan putri kandungku, tapi putri angkatku.""Oh, begitu." Zaina merasa agak canggung, lalu cepat-cepat mengganti topik. "K

Alfredo didiagnosa memiliki autisme saat berusia dua tahun.Sejak saat itu, Zaina bersama seorang pengasuh lainnya terus berusaha membimbing Alfredo, tetapi hasilnya kurang memuaskan.Namun, kini, Bella dan Vanesa, ibu dan anak itu, justru dengan mudah membuat perubahan pada Alfredo.Zaina merasa hal itu benar-benar sulit dipercaya!Bukan hanya Zaina, bahkan Marlon dan Jake juga sangat terkejut.Jake menurunkan suaranya dan berbisik, "Pantas saja Steven nggak mau bercerai. Vanesa punya daya tarik luar biasa di mata anak-anak, mana ada orang tua yang nggak tergerak?"Marlon memelototinya. Dia berujar, "Hari baik seperti ini, jangan sebut-sebut orang yang membawa sial."Jake menjawab, "Baiklah!"Vanesa berjongkok, menatap Alfredo dengan lembut, "Alfredo, apa boleh Bibi memelukmu?"Alfredo hanya mengerjap kosong.Suasana tiba-tiba menjadi hening.Semua orang menunggu reaksi Alfredo.Bahkan Bella pun tak berani bicara, hanya berdiri diam menatapnya.Setengah menit berlalu, Alfredo tetap ti

Jake mengatupkan bibirnya, mengangguk pelan.Pisau di tangan Vanesa terlepas dan jatuh menimpa talenan."Awas!"Jake segera maju menariknya menjauh.Amanda yang kaget mendengar suara itu, segera mematikan kompor lalu menoleh ke Vanesa.Melihat ekspresi Vanesa yang tidak beres, Amanda mengerutkan kening. "Ada apa?"Wajah Vanesa pucat, matanya merah.Hanna telah membunuh putranya.Namun, barusan, apa yang sudah Vanesa lakukan?Dia tadi bahkan sempat memeluk anak itu .…Vanesa memejamkan mata, menahan emosinya. "Cepat suruh Felix bawa anak itu pergi!"Vanesa tahu anak itu tidak bersalah.Namun, ibunya adalah pembunuh putranya!Amanda menopang Vanesa, lalu menoleh pada Jake. "Kenapa masih bengong? Cepat pergi sana!"Jake menghela napas. Dia berbalik keluar dapur dan hampir bertabrakan dengan Felix.Felix hendak melangkah masuk ke dapur, tetapi Jake cepat-cepat menghadangnya."Kamu mau apa?"Jake mengernyit dan menatap tajam pada Felix. "Vanesa sudah tahu kalau Alfredo adalah anakmu dan Han

Lilin pun padam!"Wah, Alfredo hebat sekali!" seru Bella yang langsung bertepuk tangan memujinya, penuh dengan dukungan dan semangat.Mata Alfredo berkilat, ikut bertepuk tangan bersama Bella, lalu tersenyum lebar, memperlihatkan beberapa gigi susu putihnya.Bella memeluk Alfredo, lalu mengecup pipi mungil dan manisnya."Bella!"Jake berseru pilu, tetapi sudah terlambat.Bella sudah lebih dulu mendaratkan kecupan di pipi Alfredo.Jake menutupi wajahnya dengan sedih, untuk sesaat dia tak sanggup berkata apa pun.Alfredo yang mendapat ciuman hanya mengerjap polos, sedikit bingung.Raut wajahnya yang lucu dan polos membuat para orang tua yang melihat tak kuasa menahan tawa.Melihat kehangatan interaksi kedua anak itu, mata Vanesa berkaca-kaca.Andai Arsa masih hidup, setiap tahun di hari ini Vanesa bisa melihat adegan seindah dan sehangat ini ….Namun, tak ada kata andai.Vanesa menundukkan kepala, lalu berbalik menuju dapur.Felix terus menatap ke arah Vanesa yang berjalan menjauh.Jake

Vanesa selesai mengemasi barang bawaannya, lalu berdiri dan berjalan menghampiri putrinya, memeluknya, dan mengecup lembut pipinya."Ibu mengerti."Sejak kecil, Bella sudah merasakan banyak kasih sayang. Hatinya penuh rasa aman, jadi urusan ibunya pergi dinas seperti ini tak terlalu berpengaruh padanya.…Saat Vanesa menarik kopernya turun, Marlon sudah bangun.Saat itu, Marlon dan Jake sedang duduk di ruang tamu, minum teh sambil mengobrol.Melihat Vanesa menarik koper, keduanya tampak terkejut."Mau ke mana malam-malam begini?"Jake segera bangkit dan menghampiri Vanesa. Jake menatapnya sebentar dan mendapati sudut mata Vanesa agak merah.Jake mengernyit. "Ada apa?"Genggaman Vanesa pada pegangan kopernya sedikit mengencang."Steven baru saja meneleponku."Marlon pun ikut berdiri dan mendekat. "Apa lagi yang dia mau darimu?""Dia mengancammu lagi, 'kan? Menggunakan Bella buat menekanmu, ya?" tanya Jake sambil menggertakkan giginya. "Sudah empat tahun berlalu, dia sama sekali nggak be