Zayn menghela napas panjang di sela pelukan itu. Semua ketegangan yang tadi menumpuk—kemarahan, kecewa, dan beban pikiran, perlahan luruh begitu saja. Seakan tiap hembus napas Qiana di bahunya mampu meluruhkan satu per satu lapisan sesak di dadanya.“Capek banget, ya?” tanya Qiana lirih sambil mengusap tengkuknya pelan.Zayn hanya mengangguk, matanya terpejam sejenak, menikmati ketenangan yang sejak tadi ia cari-cari. “Iya… tapi sekarang rasanya jadi lebih enteng. Kayak semua beban ilang begitu aja,” jawabnya, suara serak karena lelah.Qiana tersenyum hangat, lalu merenggangkan pelukan hanya untuk menatap wajah Zayn lebih dekat. “Karena ada aku kan?"Zayn menatap balik, sorot matanya teduh, penuh syukur. Ia mengusap pipi Qiana lembut, lalu mengecup bibir istrinya singkat tapi penuh makna. “Iya, karena ada kamu."Qiana menunduk malu, pipinya memerah, tapi senyum tak bisa disembunyikan. Ia kemudian menarik Zayn kembali untuk bersandar di sofa. “Udah, sekarang kamu ganti baju sama mandi.
Last Updated : 2025-09-18 Read more