Tous les chapitres de : Chapitre 31 - Chapitre 40

Suara berisik sepeda motor Kawasaki Ninja itu melewati gang Kampung Terban dan berhenti di sebuah pekarangan asri berukuran kecil yang ada di depan rumah yang tertutup rapat pintu serta jendelanya. "Lho, kok sore begini rumah ditutup rapat semua. Apa Lia belum bangun bobo siang tadi?" gumam Danny lalu memutar kunci sepeda motornya sebelum melompat turun. Dia mencopot helm di kepala untuk diletakkan di meja teras. Bel rumah ditekan dua kali, Danny berdiri menunggu sambil mencoba mengintip dari balik tirai jendela. Rumah itu terlalu lengang di dalam sana. "LIA ... LIA, MAS SUDAH PULANG NIH!" teriak Danny agar Camelia bangun dari tidur siangnya. Namun, tak ada tanda-tanda wanita itu keluar membukakannya pintu teras. Maka Danny memutuskan untuk duduk di kursi rotan menunggu istrinya. Tadi dia sempat pulang ke rumah sebelah mengembalikan mobil papanya untuk berganti sepeda motor karena ingin membeli boba drink dan gorengan di

"Lia, setelah tadi Papa cicipi kue bikinan kamu, rasanya enak sekali. Papa yakin kalau pengurus konsumsi karyawan pabrik akan lebih baik dialihkan dari bakery biasanya ke punya kamu saja!" tutur Pak Haryono Sasmita saat makan malam bersama keluarga kecilnya. Mendengar pujian papa mertuanya, mata Camelia berbinar-binar. Dia pun menanggapi sopan, "Terima kasih, Pa. Kalau boleh tahu kebutuhan harian konsumsi karyawan pabrik berapa ya? Budgetnya juga berapa biar bisa Lia sesuaikan jenis kuenya." "Hmm ... kamu benar, total karyawan ada 150 orang dari driver, buruh pabrik berbagai bagian, mandor, dan lain-lain. Jadi siapkan saja tiga ratus pieces dengan dua macam kue, satu asin, satu manis. Budget per orangnya sepuluh ribu. Gimana, bisa 'kan?" jawab Pak Haryono Sasmita. Camelia mengangguk dengan antusias. "Bisa, Pa. Mulai kapan itu?"  "Lusa saja ya biar pas awal bulan jadi mudah hitungan tagihannya, L

"Dan, kita sekelompok tugas dosen lho!" ucap Vera sambil mendekati meja Danny di ruang kuliah yang mulai sepi ditinggalkan mahasiswa karena jam pelajaran telah usai. "Iya. Berempat sama Leo plus Kevin. Tuh mereka berdua, kita obrolin bareng aja tugasnya di kantin ya!" sahut Danny sambil memasang tas ransel ke punggungnya. Leo dan Kevin tersenyum simpul menghampiri kedua rekan mereka lainnya. Kemudian mereka berempat berjalan menyusuri lorong antar ruang kuliah menuju ke kantin. Setelah memesan minum masing-masing dan juga makan siang, mereka pun berdiskusi untuk membagi tugas. Danny yang ditunjuk jadi ketua kelompok berkata, "Besok sore kumpul di rumah gue aja buat nyusun bahan masing-masing yang udah di-searching, gimana?" "Oke!" sahut ketiga rekannya serempak. Vera pun berkata, "Dan, boleh nebeng balik ke kost nggak? Jalan kita searah kok. Hari ini motor gue lagi dibetulin di b

"Hen, siasatku memancing Camelia untuk bekerja sama dengan perusahaan gagal total. Sekarang aku punya tugas buat kamu!" ujar Patra di ruang kantor CEO grup Halim Sampurna cabang kota Yogyakarta. Asisten kepercayaan Patra itu bertanya-tanya apa lagi gerangan perintah bos mudanya tersebut kali ini. "Baik, Pak. Apa yang bisa saya bantu?" jawab Henri sigap. "Carikan aku rumah tinggal yang ada di sekitar alamat bakery milik Camelia. Lebih baik dibeli saja, kalau sekadar sewa pastinya memalukan untuk orang sekelas aku!" titah Patra ringan seperti ingin membeli kacang goreng saja. "Apa budgetnya bebas unlimited, Pak? Saya belum tahu pasaran rumah di daerah kota Yogyakarta!" tanya Henri ragu-ragu. Tentunya bukan sekadar jutaan karena harus beli rumah tinggal bisa jadi nominal harganya ratusan juta sampai milyaran tergantung bangunan dan lokasinya. "Hahaha. Bebas, toh bisa dijual lagi asalkan surat-surat kepe

"Suami kamu nyariin, Lia?" tanya Patra dengan wajah tertekuk muram. Dia merasa kesulitan merebut hati mantan tunangannya itu. "Huum, Mas Danny kedengarannya panik banget. Maaf ya, Mas, kalau kamu mesti makan malam sendirian di Amplaz!" jawab Camelia serba salah. Dia menyesali keputusannya tadi tidak menunggu Danny pulang dan bicara berdua di rumah saja. Patra membelokkan mobilnya ke parkiran mall sembari tersenyum kecut. Dia berhenti untuk membiarkan petugas keamanan memeriksa mobilnya dengan detektor bom sebagai prosedur rutin mall Amplaz. "Bisa nggak kalau kita dinner bertiga aja, Lia? Kamu juga belum makan 'kan, aku nggak tenang ngebiarin kamu yang lagi konflik, pulang sama suamimu dalam kondisi perut kosong, ntar sakit pula!" bujuknya terdengar kuatir. "Oke, kita dinner bertiga. Biar kukabarin Mas Danny. Mau makan di mana sih, Mas?" jawab Camelia, enggan untuk berdebat. "Marugame Udon saja deh, b