All Chapters of Istri Pengganti untuk Tuan Arogan: Chapter 131 - Chapter 140

“Pak Alif dan Bu Dira, selamat datang,” sapa seorang pria menyambut mereka.Alif mengangguk sambil tersenyum. Hal yang sama juga dilakukan Dira. Setelahnya mereka sudah diantar ke tempat duduk yang sudah disiapkan.Berbeda dengan acara yang pernah didatangi Dira bersama Alif sebelumnya. Kali ini acaranya lebih formal. Mereka tampak duduk di kursi menikmati satu persatu acara secara berurutan.Alif dan Dira duduk di bagian tengah ruangan. Di samping Alif tampak seorang pria paruh baya berwajah ramah. Mereka saling menyapa kemudian sibuk berbincang bisnis. Dira hanya diam sambil memperhatikan sekitar.Banyak yang ia kenal dalam acara ini. Bahkan ada beberapa yang menyapa Dira dengan senyuman. Kemudian Dira mengedarkan pandangannya dan menangkap sosok yang tak asing baru saja masuk.“Maura. Dia juga datang,” batin Dira.Entah mengapa ada rasa kesal tiap melihat saudara tirinya. Sejak Maura mengambil alih kamar Dira, ia s

“APA!! Tidak mungkin!”Alif spontan berseru. Ia benar-benar terkejut mendengar jawaban dokter wanita itu. Sementara dokter itu hanya tertegun melihat ke arahnya.Alif menelan saliva sambil mengatur napasnya.“Eng … istri saya mengkonsumsi pil penunda kehamilan, Dok. Mana mungkin bisa hamil?”Alif akhirnya bersuara memberi alasan atas reaksinya tadi. Dokter wanita itu tampak terkejut.“Anda yakin yang diminum pil penunda kehamilan?”Alif mengangguk. “Iya, Dok.”“Berdasarkan test darah tadi menunjukkan kalau istri Anda sedang hamil. Mungkin supaya lebih akurat, Anda periksakan ke dokter kandungan saja, Pak.”Alif tidak menjawab hanya mengangguk.“Kebetulan ada Dokter Rayhan yang baru saja selesai praktek. Apa perlu saya panggil ke sini?”Mata Alif melebar dengan spontan. Padahal dia malas bertemu dengan Rayhan, apalagi masalah Dira yang b

Belum sempat Dira menjawab, Alif langsung merengkuh pinggulnya dan mencium bibirnya dengan liar. Dira tidak sempat menghindar. Yang ada tangannya malah sudah mengalung di bahu Alif membalas pagutan suaminya.Kalau boleh jujur, ia juga sangat merindukan sentuhan Alif. Cukup lama mereka berbagi saliva hingga tiba-tiba terdengar suara dehemen dari belakang Alif. Perlahan Alif mengurai pagutannya, melepas pelukan dan menoleh ke belakang.“Maaf, aku mengganggu.”Rayhan tersenyum sambil menatap Dira dan Alif dengan malu. Dira sontak menunduk sambil menutup bibirnya dengan tangan.Berbanding terbalik dengan Dira, Alif malah berjalan santai menghampiri Rayhan.“Aku sudah selesai, kok. Ada apa?”Rayhan tersenyum sekilas sambil melirik Dira. “Aku mau memeriksa Dira, Lif. Kalau dia sudah tidak ada masalah bisa pulang hari ini.”Alif menganggukkan kepala, kemudian melirik Dira yang masih duduk di tepi brankar.

Dira membeku di tempatnya sambil menatap Alif dengan linglung. Telinganya tidak salah dengar dan dengan jelas mendengar kata yang tidak pernah diucapkan suaminya.Perlahan kepala Dira mengangguk sambil mengukir sebuah senyum. Selanjutnya Alif sudah melepas cekalannya dan mengizinkan Dira berlalu.“Aku keluar dulu. Kamu istirahat saja!!”Alif langsung bangkit dari sofa dan berjalan menuju pintu. Dira hanya diam sambil menganggukkan kepala. Ia masih shock dengan kejadian barusan.Apa yang membuat suaminya berterima kasih padanya? Apa karena kehamilannya ini? Dia berterima kasih karena Dira berhasil mewujudkan keinginannya.Helaan napas satu persatu berganti keluar dari bibir Dira. Entah apa perasaannya saat ini. Bahagiakah atau merasa sedih, karena pada akhirnya dia kalah pada pria itu.Dira memejamkan mata sekilas sambil mencoba menghalau segala sesak di dadanya. Bagaimanapun menjadi seorang ibu adalah impian terindah setiap wanit

“Kamu sudah siuman?” tanya Alif. Hampir setengah jam Dira pingsan hingga akhirnya wanita cantik itu tersadar. Ia membuka mata sambil mengedarkan pandangannya. Ia sudah berada di kamar bersama Alif yang menemaninya. Perlahan Dira mengubah posisi tubuhnya menjadi duduk di kasur sambil bersandar ke kepala ranjang. “Maaf, Mas. Aku sudah ngerepotin kamu.” Dira bersuara dengan lirih sambil menundukkan kepala. Alif hanya diam sambil mengangguk. “Apa kamu selalu mengalami seperti ini saat melihat darah?” Tiba-tiba Alif bertanya kembali. Dira terkejut. Siapa yang memberitahu tentang traumanya terhadap darah? Apa Rayhan yang melakukannya? Perlahan Dira mengangkat kepala kemudian mengangguk. Terdengar helaan napas panjang keluar dari bibir Alif. Pria itu tidak berkata lagi, tapi tatapannya sudah menunjukkan sebuah penyesalan. Apa Alif baru sadar jika Dira selama ini tidak berpura-pura pingsan saat melihat darah? Tidak hanya darah yang menjadi traumanya, tapi hingga detik ini ia belum bisa