"Aku… aku tidak tahu harus bagaimana, Rey," lirih Alya, nadanya cemas, suara yang berusaha ia sembunyikan justru pecah di ujung kalimat. Isakan kecil itu bukan hanya tanda keputusasaan, tetapi juga ketakutan yang merayap dingin ke seluruh tubuhnya, meremas jiwanya hingga tak berbentuk.Di ujung telepon, Reyhan terdiam sejenak. Ia bukan saja mendengar suara Alya yang bergetar, tetapi ia bisa merasakan getaran ketidakberdayaan yang terpancar kuat, menembus jarak yang memisahkan mereka. “Alya, tenang. Ada apa? Kamu bisa bercerita padaku. Aku di sini.” Suaranya lembut, menenangkan, seperti embusan angin di tengah badai, tapi badai dalam hati Alya terlalu besar untuk sekadar ditenangkan.Alya menarik napas dalam-dalam, mencoba menguasai dirinya, namun udara yang ia hirup terasa berat, tidak mampu mengisi paru-parunya. Matanya tertutup rapat, membayangkan wajah Rio yang dingin dan senyum penuh kemenangannya. Ia teringat amplop cokelat itu, dan ancaman yang menggantung seperti pedang Damoc
Last Updated : 2025-09-25 Read more