Home / Romansa / 365 Hari Jadi Istrimu / Di Ambang Pengakuan

Share

Di Ambang Pengakuan

Author: lovelypurple
last update Huling Na-update: 2025-10-04 22:21:14

Tampak ada sebuah pesan baru dari nomor yang tidak ia kenali, yang bertuliskan…...

“Bagaimana keputusanmu, Alya? Waktumu untuk melindungi suamimu tidak banyak lagi.”

Kevin menatap layar ponsel Alya yang kini dipegangnya, matanya membaca ulang pesan tanpa nama itu. Punggung tangannya basah oleh keringat dingin. Ia baru saja selesai menyalin nomor pengirim pesan ke ponselnya sendiri, bertindak cepat saat Arka masih panik menahan tubuh Alya yang lunglai dan Reyhan sibuk memeriksa.

Kini, setelah Reyhan memastikan kondisi Alya stabil, hanya pingsan akibat syok berat dan kelelahan, Arka mulai sedikit tenang.

Sementara itu, Kevin mundur ke sudut ruangan.

Pesan itu jelas bukan ancaman uang, atau ancaman reputasi biasa. Ini bersifat pribadi, manipulatif, dan mengandung unsur urgensi yang mematikan.

“Melindungi suamimu?” Kevin membatin. Apa yang Alya sembunyikan? Mengapa upayanya melindungi Arka harus disertai tekanan sedalam ini, hingga membuatnya jatuh tak berdaya?

Ia melirik ke ranjang. Alya
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • 365 Hari Jadi Istrimu   Ciuman yang Sebenarnya

    "Tapi... cuma satu yaitu gimana caranya bawa kamu pulang dengan selamat dari cengkeraman bajingan itu.”Alya tidak bisa berkata-kata lagi. Ia hanya bisa menangis, menumpahkan semua emosi yang telah ia pendam selama berbulan-bulan. Beban yang terasa seperti gunung di pundaknya kini perlahan terangkat, menguap ke udara.Arka menariknya perlahan ke dalam sebuah pelukan. Bukan pelukan posesif atau penuh gairah, melainkan pelukan yang menenangkan. Pelukan seorang pelindung. Alya membalas pelukan itu, membenamkan wajahnya di dada bidang Arka, menghirup aroma suaminya yang kini terasa seperti aroma keamanan itu sendiri.“Aku capek, Ka,” isak Alya. “Capek takut. Capek bohong.”“Aku tahu,” bisik Arka di puncak kepalanya. “Aku juga capek. Capek pura-pura nggak peduli. Capek jadi pengecut yang nggak berani ngakuin perasaannya sendiri.”Alya sedikit melonggarkan pelukannya, menatap Arka dengan mata sembapnya. “Perasaan?”Arka menatapnya lekat. Semua keraguan, semua ego, semua ketakutan yang selam

  • 365 Hari Jadi Istrimu   Pengakuan Arka

    “Kapan lo bisa balik syuting? Kita butuh kepastian, Ka. Paling nggak, kasih kami perkiraan.” Pertanyaan Revano menggantung di udara, sebuah jembatan rapuh yang menghubungkan dunia nyata dengan neraka pribadi yang baru saja ia tinggalkan. Arka memejamkan matanya sejenak, satu tangannya yang bebas memijat pangkal hidungnya yang terasa nyeri. Suara sahabatnya itu terdengar begitu jauh, seolah berasal dari dimensi lain. Dimensi di mana jadwal syuting dan tuntutan produser masih menjadi hal terpenting di dunia. “Gue… gue usahain secepatnya, Van,” bisik Arka, suaranya serak karena kelelahan dan emosi yang terkuras. Matanya tak pernah lepas dari sosok Alya yang terbaring di ranjang, napasnya teratur namun gelisah. “Nanti gue kabarin lagi. Sorry.” “Oke, bro. Jaga diri. Kalau butuh apa-apa…” “Iya. Thanks.” Arka memutus panggilan tanpa menunggu kalimat Revano selesai. Ia meletakkan ponselnya kembali ke atas meja dengan gerakan lambat, seolah benda itu memiliki bobot berkilo-kilo. Kehen

  • 365 Hari Jadi Istrimu   Mimpi Buruk Itu Masih Ada

    "Kenapa…?” bisik Alya setelah meletakkan gelasnya.Matanya yang sembap menatap Arka, penuh dengan pertanyaan yang tak terungkap."Kenapa kamu nggak marah?”Arka menghela napas panjang. Ia duduk di samping Alya, mengambil kedua tangan wanita itu ke dalam genggamannya. Tangan Alya terasa sedingin es.“Marah?” Arka menggeleng pelan. “Untuk apa? Marah karena kamu berusaha melindungi aku? Marah karena kamu menanggung beban yang sama sekali bukan salahmu sendirian?”Ia menatap lekat ke dalam mata Alya. “Satu-satunya orang yang berhak aku marahi adalah diriku sendiri, Al. Aku marah karena aku buta. Aku marah karena aku malah nyakitin kamu dengan cemburu dan ego bodohku, padahal di saat yang sama kamu lagi berjuang sendirian ngelawan monster itu.”Air mata yang Alya kira sudah habis, kembali menggenang di pelupuk matanya. “Aku takut… aku takut banget kamu bakal benci aku, Ka. Kalau kamu tahu…”“Ssssttt…” Arka menarik Alya ke dalam pelukannya, membenamkan wajah wanita itu di dadanya. “Jangan

  • 365 Hari Jadi Istrimu   Gema Setelah Badai

    Dunia di sekeliling Alya saat ini terasa berputar dalam kaleidoskop buram. Seragam biru tua, kilatan lencana, hingga suara-suara asing yang tajam dan berwibawa. Namun, satu-satunya hal yang nyata, satu-satunya jangkar di tengah badai itu, adalah sepasang mata di hadapannya. Mata Arka. Hangat, lekat, dan penuh janji yang baru saja terucap. “Ayo kita pergi dari sini,” bisik Arka, suaranya rendah dan mantap, membelah keributan di sekitar mereka.Tangannya yang menangkup wajah Alya bergerak turun, menggenggam bahunya dengan erat namun lembut. Ia memutar tubuh Alya, menjadikannya punggungnya sebagai perisai hidup yang menghalangi pemandangan Rio yang kini digiring oleh dua orang petugas. “Tunggu sebentar, Arka-san.” Suara Kenji terdengar, tenang dan profesional. “Petugas perlu beberapa keterangan awal.” Kevin yang berdiri di sampingnya menyahut cepat, “Biar saya yang urus, Kenji-san. Namun sekarang saya harus bawa mereka pulang. Kondisi Alya nggak memungkinkan.” “Saya mengerti,” jawab

  • 365 Hari Jadi Istrimu   Akhir dari Rio

    Teriakan putus asa Rio berubah menjadi pekikan kaget saat momentumnya hilang, tubuhnya terlempar ke samping, jauh dari Alya dan Reyhan.TRAK!Serpihan kayu runcing itu terlepas dari genggamannya, berputar di udara sebelum jatuh dengan suara kering di atas lantai kayu yang mahal. Ancaman itu telah berlalu, tetapi badai di dalam ruangan itu baru saja mencapai puncaknya.Arka tidak berhenti. Didorong oleh amarah murni dan ketakutan yang baru saja mencengkeram jantungnya, ia menarik kerah baju Rio, menyeret pria itu berdiri hanya untuk menghantamnya lagi. Pukulan kali ini bukan lagi sekadar luapan emosi, melainkan sebuah pernyataan. Setiap bogem mentah yang mendarat adalah eksekusi atas setiap detik teror yang Rio ciptakan.“Ka, udah! Cukup!” Suara Alya terdengar parau, nyaris tak dikenali. Ia merosot lemas jika saja Reyhan tidak menahannya lebih erat. “Nanti kamu bisa bunuh dia…”Arka seolah tidak mendengar. Ia memojokkan Rio ke dinding, napasnya terengah-engah seperti binatang buas yang

  • 365 Hari Jadi Istrimu   Duel Arka Vs Rio

    Udara di ruangan mewah itu seakan membeku, tertekan oleh bobot amarah dalam dua kata yang diucapkan Arka. “Lepasin istri gue!” Suara itu bukan teriakan, tapi sebuah geraman yang dalam dan pelan. Suaranya menunjukkan kemarahan yang luar biasa dan sebagai pertanda bahwa perkelahian tidak bisa dihindari.Rio, bukannya gentar, justru melengkungkan bibir. Senyumnya adalah goresan sinis di wajahnya yang tampan, sebuah provokasi terang-terangan. Ia tidak melepaskan Alya, malah menarik gadis itu lebih dekat, menjadikan tubuh gemetar Alya sebagai perisai manusia.“Oh, lihat ini,” cibir Rio, matanya menari-nari mengejek antara Arka dan Alya. “Pahlawan kita akhirnya muncul. Tapi kayaknya telat deh, Bro. Udah gue cicipin duluan.”Ucapan itu adalah bensin yang disiramkan ke api. Namun, sebelum Arka sempat meledak, sebuah gerakan cepat terjadi di sisi lain ruangan. Bukan Arka, melainkan Reyhan yang bergerak lebih dulu. Dengan ketenangan seorang dokter di ruang gawat darurat, ia melangkah maju, tang

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status