Bibir Friska bergetar, terdengar isakan yang tertahan dari mulutnya.Arlina mendekatinya, melepaskan kacamatanya, lalu menarik selembar tisu untuk menghapus air mata di wajahnya dengan lembut.Pada saat itu, dia kembali melihat bayangan dirinya di masa lalu pada diri Friska. Bukan karena Friska tidak ingin berubah, hanya saja dia terjebak dalam kabut tebal, tidak tahu ke mana harus melangkah."Friska, menghindar nggak akan menyelesaikan masalah. Kalau jalan yang sekarang ini terlalu menyakitkan, kenapa nggak coba jalan yang lain?" Mungkin karena Arlina sedang hamil, seluruh sosoknya tampak begitu lembut.Friska teringat bagaimana semalam Arlina nekat menariknya untuk berlari dengan perut besarnya, lalu teringat juga pada Rexa yang menolongnya, bahkan sampai berkelahi dengan Frans.Sejak kejadian itu, dia memandang dunia dengan penuh kebencian, seakan-akan dirinya dipenuhi duri. Tidak ada orang yang mau dekat dengan seseorang yang dipenuhi duri. Lama-kelamaan dia pun tidak punya siapa-s
Baca selengkapnya