“Cukup, Sabrina.”Sedari tadi diam, Utari akhirnya membuka suara. Kalau tidak dihentikkan, bisa-bisa hipertensinya kambuh dan naik.Sabrina beralih menatap ibunya. Pundaknya naik turun dan napasnya tidak beraturan. Tanpa mengatakan apapun, dia memutuskan ke luar dari kamar Erick.“Sabrina–” Erick hendak menahan kepergian sang adik. Namun, Utari dengan cepat menyambar lengannya.“Tidak, Erick. Jangan sekarang,” larang Utari seraya menggelengkan kepalanya pelan. “Sabrina sedang meledak-ledak. Kamu tidak akan bisa bicara padanya kalau seperti itu,” sambungnya.Raut wajah Utari tampak lesu. Dia menghela napas lelah. “Akhir-akhir ini emosinya sangat tidak stabil, dia pasti stress dengan tuduhan itu.”Menyadari Erick terdiam, Utari melanjutkan, “Tidak Mama sangka Sabrina sampai menuduhmu memiliki perasaan khusus terhadap Alisa. Itu tidak pantas,” cibir Utari sambil memutar badannya untuk membelakangi Erick.“Kalian sepupu dan Alisa sudah kamu anggap sebagai adikmu sendiri, bukan?”Masih di
Last Updated : 2025-10-13 Read more