Laras melangkah cepat, tumit sepatunya beradu dengan lantai marmer, menimbulkan bunyi tegas yang memecah malam. Begitu sampai di hadapan Galih, ia berdiri di antara lelaki itu dan Naila, tubuhnya sedikit condong ke depan, seperti tameng yang melindungi sahabatnya.Napasnya masih memburu, tapi tatapannya tajam, tak goyah.“Pak Santosa, kalian sudah putus. Jadi tolong berhenti ganggu Naila. Beda sama kamu, dia enggak punya mantan yang bisa datang lagi seenaknya.” Suaranya terdengar dingin, penuh ketegasan yang tak memberi ruang untuk penolakan.Galih menatap balik. Sorot matanya menggelap, seperti langit malam yang tertutup awan pekat. Rahangnya mengeras, garis bibirnya menipis. “Bu Wira, aku enggak putus sama dia. Kami cuma bertengkar.” Nada suaranya berat, seperti batu yang dijatuhkan ke dasar sumur.Laras mendengus pendek, kepalanya miring sedikit ke samping. “Pak Santosa, putus itu putus. Bukan cerai yang butuh tanda tangan
Terakhir Diperbarui : 2025-10-01 Baca selengkapnya