Naila berdiri di depan pintu yang tertutup rapat, hanya terpaut sejengkal dari gagangnya. Udara di lorong itu terasa berat, seperti ikut menahan napas bersamanya. Di balik pintu, ia tahu Galih masih duduk diam, tenggelam dalam pikirannya yang kelam.Sesuatu di dalam dada Naila mengencang, tapi ia tak punya tenaga lagi untuk mengetuk, apalagi bicara. Napasnya keluar panjang, terdengar nyaris seperti helaan keputusasaan, lalu ia melangkah menjauh tanpa menoleh.Langkahnya pelan, hampir tanpa suara, seperti seseorang yang takut membangunkan kesedihan yang sedang tidur. Begitu tiba di ruang tamu, aroma jahe dari dapur menyambutnya samar. Lydia baru saja selesai memanaskan sup ayam, dan segera menegakkan tubuhnya begitu melihat Naila datang.“Bu Jayantaka,” sapanya cepat, nada suaranya penuh kekhawatiran. “Bagaimana kondisi Pak Santosa?”Naila menggeleng perlahan. Rambutnya sebagian jatuh menutupi pipi, dan ia tak berniat menyingkirkann
Terakhir Diperbarui : 2025-10-05 Baca selengkapnya