All Chapters of HASRAT PANAS SANG MAFIA: Chapter 91 - Chapter 100

Rambut Ava kusut dan tampak tak bernyawa; warna pirang keemasannya yang biasa kini menjadi krem dekil yang kusam. Hanya ada lebam-lebam samar yang terlihat di wajahnya. Sepertinya tidak ada kerusakan permanen yang terjadi. Tetapi ia tampak seperti mayat berjalan. Kulitnya kusam, matanya cekung, dan ada sorot lelah di matanya yang tidak Ava kenali. Ia menghela napas dan bertanya-tanya apakah ia harus menanggalkan pakaian kotornya dan berbaring di atas tempat tidur. Pikiran untuk telanjang membuatnya bergidik ngeri. Ia menghela napas, lalu kembali ke kamar dan melorot duduk di samping tempat tidur, menyandarkan punggungnya ke ranjang itu. Ava tertidur dalam posisi seperti itu dan terbangun oleh bunyi klik kunci. Ia susah payah berdiri saat pintu terbuka. Masuklah wanita yang dibawa Johnson ke kantor Zane. Wanita itu tampak sama terkejutnya melihat Ava seperti halnya Ava melihatnya."Hai," serak Ava."Airnya sudah dinyalakan. Akan dimatikan dalam sepuluh menit," wanita itu memberitahu A

Johnson menjambak rambut Jasmin dan wanita itu melengkungkan punggungnya ke belakang hingga tubuhnya seperti busur, memaksanya menatap Johnson."Akan kutunjukkan padamu apa akibatnya jika kau pikir bisa membodohiku. Beruntung bagimu, aku masih mendapatkan sesuatu yang kuinginkan dari kesepakatan itu, kalau tidak, kau pasti sudah mati," ucapnya dengan suara dingin. "Victor!" teriaknya. Pintu terbuka, dan seorang pria masuk. Ava samar-samar mengingat pria itu dari malam pertamanya sebagai hewan peliharaan Zane."Bawa dia ke para tamu. Malam ini, dan hanya malam ini, kita punya diskon khusus. Si nona ini gratis untuk semua, satu-satunya batasan adalah tidak ada luka permanen dan tidak boleh dibunuh," kata Johnson, lalu mendorong Jasmin ke arah Victor. Victor mencengkeram lengannya dan menyeretnya keluar ruangan. Ava bisa mendengar penolakan Jasmin semakin melemah seiring wanita itu diseret menjauh. Rasa takut memenuhi dirinya. Nasib itu bisa menimpanya jika Johnson tidak senang padany

Zane sedang duduk di dalam van gelap yang terparkir di sebuah gang, berusaha agar tidak terlihat, yang mana sulit untuk kendaraan seukurannya. Zane kesulitan untuk duduk diam. Dia menggoyangkan lututnya naik-turun, menatap sistem komunikasi, seolah-olah memaksa benda itu untuk menyala. Jax, yang duduk di sebelahnya, menatapnya dengan jengkel. Zane balas menatapnya tajam. Suasana hati Zane sedang tidak baik. Tiga minggu. Tiga minggu, sialan. Mereka telah membuatnya menunggu. Jika Zane mau bersikap adil, yang mana sedang tidak ingin dilakukannya, ini bukan salah Jax, Ryder, atau Tom karena butuh waktu tiga minggu. Jika mereka tahu di mana Ava ditahan, tidak ada yang bisa menahannya untuk menyusul wanita itu. Tapi itulah masalahnya. Tidak ada yang bisa menemukan di mana Johnson menyekapnya. Butuh waktu kurang dari tiga jam bagi Spenser untuk menemukan paman dan bibi Ava dan menyeret mereka kembali. Malam itu cukup menghibur, pikir Zane. Dalam waktu tiga puluh menit setelah Zane masuk ke

Ava terbangun dengan perasaan linglung. Pikirannya kabur dan butuh waktu semenit baginya untuk mulai mengingat apa yang telah terjadi. Tubuhnya menegang saat teringat ruangan kecil tempat ia berada selama beberapa minggu terakhir. Lalu ia sadar ia ada di rumah, bukan, bukan rumahnya. Ia ada di ranjang Zane. Seseorang menggenggam tangannya dan ia meremasnya sebagai cara untuk rileks."Ava?" Ia mendengar Zane memanggil dan ia menolehkan kepala ke arah suara itu. Zane telah menarik salah satu kursi berlengan ke samping ranjang dan duduk di sana, menggenggam tangannya. Ava tersenyum padanya dan merasa dirinya rileks. Zane tampak lelah, tetapi ia membalas senyuman Ava."Hai," katanya, suaranya terdengar serak dan kering."Hai, sayang. Bagaimana perasaanmu?" tanya Zane. Ava memikirkannya. Seharusnya ia merasakan sakit yang luar biasa, tetapi tidak."Baik-baik saja, agak kabur, seperti otakku terbungkus awan lembut. Dan aku haus, sepertinya aku juga sedikit lapar," katanya pada Zane. Zane me

"Aku tenang," katanya pada Zane."Tentu saja, jangan membuatku menghukummu karena berbohong. Kau sudah dalam masalah besar karena berlari ke arah baku tembak dan terkena peluru yang ditujukan untukku," kata Zane.Ava menatap Zane dengan mata besarnya."Tapi ...." Ava memulai."Tidak ada tapi. Kau harus berhenti melakukan hal-hal yang membahayakan dirimu, sayang. Tapi kita akan menyimpan hukuman itu untuk nanti. Sekarang, santai saja," katanya, dan dia menikmati perasaan saat Ava menyamankan diri dalam pelukannya. Mendapati Ava kembali ke tempatnya terasa luar biasa, seolah-olah dunia tiba-tiba menjadi masuk akal lagi. Tubuhnya terasa terlalu kurus dan tirus, dan rambutnya kehilangan kilaunya. Tapi Zane tidak peduli. Ava kembali dalam pelukannya, di tempat tidurnya, dan dia telah mengatakan bahwa dia mencintainya. Zane masih sulit percaya bahwa Ava juga mencintainya, dan bahwa wanita itu memaafkannya. Dia tidak memaafkan dirinya sendiri dan akan menghabiskan sisa hidupnya untuk meneb