All Chapters of HASRAT PANAS SANG MAFIA: Chapter 111 - Chapter 120

Matanya beralih cepat ke Zane dan Jax yang berdiri di kedua sisinya, lalu kembali padanya. Sesuatu memberitahu Ava bahwa pria itu telah menimbang risiko bersikap kasar atau agresif terhadapnya dan sampai pada kesimpulan bahwa itu tidak sepadan."Siapa aku sebenarnya tidak penting. Siapa dia yang seharusnya kau fokuskan." Ava memberitahunya dan melangkah ke samping untuk mempersilakan Gabriel dan Ryder maju.Raut wajah Jonas hampir menggelikan saat melihat Gabriel."Gabriel?" tanyanya tidak percaya. Ryder merangkul Gabriel, dan ketika Jonas bicara, dia menarik Gabriel lebih dekat padanya. Gabriel sedang menunduk, tetapi ia menarik napas dalam-dalam dan menatap Jonas."Halo, Jonas," katanya."Siapa orang-orang ini, Gabe?" tanya Jonas. Gabriel tersentak mendengar nama panggilan itu dan Ava ingin sekali menyakiti pria yang terikat itu. Zane sepertinya merasakan suasana hatinya dan merangkulnya sambil mencium pelipisnya."Mereka keluargaku," kata Gabriel. Postur tubuhnya menjadi tegak dan

Entah bagaimana Anna berhasil menemukan beberapa boneka, buku anak-anak, dan piyama yang pas untuk Luka. Setelah mereka makan malam dan Luka melahap habis makan malam serta hidangan penutupnya, Ava mengikutinya ke kamar yang berada di sebelah kamar tidurnya dan Zane. Dia membantu Luka berganti pakaian dan merasa nyaman di ranjang besar itu."Aku dan Zane tidur di kamar sebelah. Kalau kau bangun dan merasa takut, kau boleh datang ke kamar kami. Atau kalau kau memanggil, kami akan mendengarmu," katanya pada Luka."Dan Zane tidak akan marah? Jonas selalu marah kalau aku mimpi buruk," tanya Luka."Tidak, dia tidak akan marah. Dan kalau dia membuatmu takut, aku akan menghukumnya," katanya. Luka tersenyum dan mengangguk. Ava membacakannya sebuah cerita, tetapi baru dua halaman, Luka sudah terlelap. Harinya begitu sibuk. Ava menyelimutinya dan membiarkan pintu sedikit terbuka saat dia masuk ke kantor Zane, membiarkan pintu itu sedikit terbuka juga. Zane dan Jax menatapnya dengan tatapan bert

Suasana hati Luka sedang baik saat sarapan keesokan paginya. Dia diizinkan makan sereal karena berjanji pada Ava akan memakan empat potong buah yang ada di dalam mangkuk. Dia menepati janjinya dan bahkan memakan beberapa potong tambahan saat mencoba beberapa buah untuk pertama kalinya."Luka, aku harus pergi untuk beberapa urusan pagi ini. Aku tidak akan pergi lebih dari dua jam. Apa tidak apa-apa kalau Anna yang menjagamu?" tanya Ava saat mereka hampir selesai makan."Tentu," dia setuju."Kenapa bukan Jax dan aku saja yang menjaganya?" tanya Zane. Ava begitu terkejut hingga butuh waktu sejenak untuk menenangkan diri."Aku hanya mengira kalian punya urusan yang harus diselesaikan," katanya."Tidak ada urusan yang tidak bisa ditunda selama satu atau dua jam. Benar, kan, Jax?""Benar," Jax setuju seraya berjalan masuk ke ruang makan. "Aku menyetujui apa?" tanyanya kemudian. Ava tersenyum padanya."Bahwa kita punya waktu untuk menemani Luka selama beberapa jam pagi ini," Zane menjelaskan

Sudah dua hari sejak Ava berbicara dengan Fatima dan dia belum mendapat kabar apa pun. Ava menghabiskan hari-harinya bersama Luka, dan bocah itu tampaknya mulai terbiasa dengan kehidupan di mansion. Zane biasanya akan menghampiri mereka saat dia beristirahat dari pekerjaannya, atau saat dia memutuskan ingin beristirahat. Ava sedang duduk di taman sambil merajut; hari itu cerah dan Luka sedang duduk di atas selimut dengan Lego-nya. Mainan itu dengan cepat menjadi mainan favoritnya setelah kelincinya. Kelinci merah muda itu tergeletak di sisinya, menjadi teman setianya. Usianya mungkin sudah agak terlalu besar untuk boneka kesayangan, tetapi dengan semua yang telah dia lalui, Ava pikir dia pantas mendapatkannya. Ponselnya berdering dan dia melihat Fatima yang menelepon."Halo, Fatima," jawab Ava."Halo, temanku. Aku harap kau baik-baik saja," kata Fatima."Aku baik-baik saja, terima kasih. Dan kau?""Aku baik-baik saja. Aku juga punya kabar baik.""Aku senang mendengarnya. Kuharap ini t

Setibanya di rumah, Ava tidak masuk ke dalam mansion.Dia langsung menuju taman belakang dan menemukan dua pria dan seorang anak laki-laki sedang duduk di atas selimut, membangun sesuatu yang tampak seperti garasi besar dengan berbagai macam mobil. Dia berdiri di bawah naungan pohon dan memperhatikan mereka.Tidak butuh waktu lama bagi Zane untuk merasakan kehadirannya dan dia menatap Ava sambil tersenyum. Raut wajah Ava pasti telah menunjukkan perasaannya karena Zane mengerutkan kening. Ava telah menjadi lebih terampil dalam menyembunyikan emosinya, tetapi Zane masih bisa membacanya seperti buku yang terbuka. Biasanya Ava tidak keberatan. Zane menyerahkan kendaraan setengah jadinya kepada Jax dan berjalan menghampiri Ava.“Rapatnya tidak berjalan lancar?” tanyanya setelah mencium Ava.“Tidak. Lancar, kok,” kata Ava.“Oh. Baiklah.” Zane menoleh ke belakang, ke arah Luka. “Jax, aku perlu bicara dengan istriku. Kenapa kau dan Luka tidak di sini saja selama setengah jam lagi, lalu kita b