Ava diculik dan dipaksa menyadari bahwa pamannya telah menjualnya kepada keluarga Velky untuk melunasi utang judinya. Zane adalah kepala kartel keluarga Velky. Dia keras, brutal, berbahaya, dan mematikan. Hidupnya tidak memiliki ruang untuk cinta atau hubungan, tetapi dia memiliki kebutuhan seperti pria berdarah panas lainnya.
Lihat lebih banyakAva baru saja kembali dari rumah sakit, seperti biasa, dia berjalan ke ruang tamu dengan langkah lesu namun saat melihat bibi dan pamannya tergeletak di lantai, Ava buru-buru menjatuhkan tas yang ia bawa.
Otak Ava membutuhkan waktu sedetik untuk memahami apa yang terjadi. Di lihatnya bibir bibinya tampak pecah dan disumpal. Lalu pandangan Ava beralih pada pamannya. Ada setetes darah segar yang mengalir di wajah dan hidung. “Bibi, apa yang terjadi?” tanya Ava bingung, Ava berusaha ingin membantu bibinya. Namun. "Aku tidak akan sudi membantunya, jika saja aku jadi kau, sayang," kata suara kasar di belakang Ava. Ava terlonjak kaget, tetapi sebelum dia bisa melakukan sesuatu, pria itu sudah mencengkeram rambut kuncir kudanya dan menariknya. Kini kesakitan dan ketakutan menjalar ke seluruh tubuhnya. Ava mencoba untuk meraih tangan yang memegangnya agar segera melepaskannya. Apa yang sedang terjadi? Pikir Ava sambil terus mencoba melepaskan diri. "Jangan berpura-pura menjadi jalang yang bodoh," kata suara kedua padanya. Ava menoleh dan menatap seorang pria bertampang kasar. Pria itu kurus. Dia juga memiliki sepasang mata yang dingin seolah-olah ia memandang rendah Ava tanpa adanya sedikit pun rasa sesal atau kasihan. "Apa yang kalian inginkan?" teriak Ava padanya. Namun pria itu segera memukul bibir Ava menggunakan punggung tangannya dan Ava bisa merasakan rasa pedas di mulutnya. "Diam dan lakukan saja apa yang ku perintahkan, dasar jalang," bentak pria itu pada Ava. Ava bisa mendengar pria itu tertawa di belakangnya sambil terus memegangi rambutnya. Ava tersentak berdiri, pria itu kemudian meraih pergelangan tangan Ava dan memutarnya ke belakang. Ava menjerit kesakitan karena merasakan bahunya yang tegang. "Dasar wanita jalang yang cengeng, kau bahkan tidak tahan sakit. Kita lihat saja berapa lama kau bisa bertahan," kata pria yang sekarang ada di depannya dia tertawa aneh. Pria itu pendek, Ava menyadari bahwa tingginya hampir menyentuh hidungnya. Ava menunduk dan merasakan ketakutan yang mendalam saat bertemu tatapan dengan pria itu. Dia dalam masalah besar sekarang, Ava tahu itu. Yang tidak dia ketahui adalah alasannya. “Lepaskan aku, aku tidak punya banyak, tapi aku bisa menunjukkan di mana perakku berada, dan aku punya beberapa perhiasan yang bisa kau miliki. Ku mohon jangan sakiti kami,” Ava mencoba memohon. Usahanya malah dibalas dengan pukulan lainnya. "Dasar jalang, kami tidak mau perhiasan murahan atau perak sialanmu," desisnya. Ava terisak. Pipi kirinya terasa panas dan mulai membengkak, bibirnya juga pecah, Ava merasa takut akan keselamatannya. Jika mereka tidak mau barang-barang berharga, apa lagi yang mereka inginkan? "Ayo, keluar dari sini," kata suara di belakangnya. Mendengar kalimat itu akhirnya Ava bisa merasakan gelombang kelegaan menerpanya. Ketika mereka pergi, Ava bisa melepaskan tali ikatan paman serta bibinya dan membawa keduanya ke rumah sakit. Pria pendek itu mulai berjalan menuju pintu garasi. Namun kelegaan Ava tidak berlangsung lama karena pria di belakangnya tiba-tiba menyeretnya ke arah yang sama. "A-apa yang kau lakukan?" tanya Ava putus asa. “Kau kira kami akan meninggalkan boneka sepertimu, kan?” Suara pria itu berbisik di telinganya. Ava bisa merasakan napas basah di kulitnya, dia juga menggigil karena terkejut. “Tolong, jangan bawa aku. Tolong, tolong,” pinta Ava dan mulai melawan pria yang mendorongnya ke depan. “Berhentilah memohon atau aku akan membiarkan temanku menidurimu di depan bibi dan pamanmu,” kata suara di belakangnya. Ava berhenti meronta. Ava masih perawan, tetapi dia tidak mungkin akan mengakuinya kepada pria itu. “Temanku tidak akan keberatan jika memberimu seks cepat sehingga membuatmu diam. Karena aku tidak suka hal itu. Aku hanya ingin membawamu ke tempat yang jauh dari telinga yang usil. Hal yang akan kulakukan padamu adalah dengan pisauku, kau akan menjadi sebuah karya seni,” katanya berbisik pada Ava. Jantung Ava seketika berdetak kencang. Pikirannya berubah menjadi lubang hitam kehampaan. Ketakutan yang murni seakan mengalir melalui nadinya. Pria itu langsung mendorongnya, Ava tak punya pilihan lain, dia segera mengaitkan kakinya diantara anak tangga yang mengarah ke bawah. Ava melilitkan kakinya erat-erat dan menolak untuk melepaskannya. "Lepaskan," gerutunya. Ava menggelengkan kepalanya dan terus berpegangan, hidupnya kini bergantung padanya. “Atau aku akan menembak otakmu,” kata pria itu dengan suara pelan. Ava akhirnya membiarkan kakinya melemas. Ketika kedua pria itu menyeretnya ke SUV hitam, Ava pun mulai terisak-isak. Pria pendek itu membuka pintu lalu mendorongnya masuk, Ava berbaring tengkurap di kursi dengan air mata yang mengalir di wajahnya. Dia merasakan kursinya menjadi basah. "Diam! Tangisanmu itu sungguh menyebalkan," kata pria pendek itu. Dia sudah masuk ke kursi depan dan pria lainnya duduk di kursi pengemudi. Dari apa yang dilihat Ava, dia adalah seorang pria besar dengan otot-otot yang menonjol di bawah kaus hitamnya. Dia juga botak dan otot-ototnya ditutupi oleh tato berwarna-warni."Ya, memang itulah artinya," Ryder membenarkan."Tapi seharusnya tidak terlalu sulit untuk mencari tahu siapa orangnya, atau setidaknya mempersempit daftarnya," kata Ava."Maksudku, kebanyakan orang di organisasi ini tidak tahu semua yang terjadi. Kau dan Jax, tentu saja," katanya pada Zane."Juga Ryder dan Tom. Kuharap kalian tidak mencurigai mereka berdua?" tanyanya pada suaminya dan Jax."Tidak," desah mereka berdua. Ryder dan Tom sama-sama menundukkan kepala sebagai ucapan terima kasih. Mereka tahu kepercayaan itu bukanlah hal yang bisa dianggap remeh."Bagus. Oke, lalu siapa lagi yang tahu tentang James dan kau yang mendanai bisnis Gabriel?" tanyanya."Bisnis Gabriel cukup terkenal," kata Jax, Zane mengangguk."Tapi insiden dengan James tidak begitu diketahui orang, setidaknya tidak secara mendetail," tambah Zane."Mereka sepertinya juga tahu kebenaran tentang bibi dan pamanku, meskipun mereka tidak mengatakannya," tambah Ava."Itu akan mempersempitnya juga," kata Ryder. Para pri
Ava sudah kembali bekerja selama beberapa hari, dan rasanya seolah-olah dia tidak pernah pergi. Dia senang melihat bahwa perbaikan apa pun yang telah dilakukan pada sistem keamanan mereka tidak terlihat. Zane dan Ava telah memutuskan bahwa sudah waktunya untuk memberi tahu orang-orang di luar lingkaran terdekat mereka bahwa dia hamil. Mereka telah mendiskusikan kemungkinan hal itu akan membuatnya menjadi target yang lebih besar lagi. Namun, dia tidak khawatir. Ada Tom di sisinya, dan dia tahu Zane menempatkan orang-orang lain di dalam gedung dan mungkin juga di luarnya. Dia sedang duduk di kantornya, melihat anggaran terbaru untuk ruang aman LGBTQ+. Mimpi Gabriel perlahan-lahan tumbuh dan menjadi kenyataan. Interkomnya berbunyi."Nyonya Velky, ada dua detektif polisi di sini. Mereka ingin bicara dengan Anda," kata Tom padanya. Sesaat Ava merasa takut, apakah sesuatu terjadi pada Zane? Tetapi dia menepis pikiran itu. Jika sesuatu terjadi, bukan polisi yang akan memberitahunya, melainka
Zane menatap malaikatnya yang sedang berlutut di atas seprai satin hitam di tempat tidur. Cara rantai-rantai emas itu menonjolkan perutnya yang mulai membuncit karena hamil membuatnya nyaris meneteskan liur. Dia tidak pernah menyangka Ava bisa menjadi lebih seksi dan memikat. Namun, fakta bahwa dia bisa melihat anak mereka tumbuh di dalam dirinya membangkitkan sisi primitif dalam dirinya. Dia membelai perut Ava dengan tangannya. Dia telah memastikan untuk mempelajari posisi dan hukuman yang sesuai untuk malaikatnya seiring berjalannya waktu. Dia ingin bayi mereka aman, tetapi dia tahu baik dirinya maupun Ava tidak akan baik-baik saja tanpa waktu bermain mereka."Siap, malaikatku?" tanyanya seraya memindahkan tangannya dari perut Ava untuk menggenggam vibrator puting dan menariknya. Napas Ava tersentak, lalu sebuah desahan kecil lolos dari bibirnya."Ya, Tuan," jawabnya. Caranya memanggilnya Tuan membuat penis Zane berkedut. Dia mengambil tali sutra dan mulai mengikatkannya ke pergelan
Tom membantu Ava keluar dari mobil, Ava berusaha keras agar tidak memperlihatkan apa pun saat melangkah keluar. Tidak mudah mengingat desain mantelnya dan pakaian minim yang dikenakannya di dalam. Dia menegakkan bahu dan berjalan melewati antrean orang yang menunggu untuk masuk. Dia bisa mendengar seseorang mulai bersiul menggodanya dan dia mendengar dengusan pria itu saat udara keluar dari paru-parunya. Tom pasti sudah melayangkan tinju ke perut pria itu; Ava tahu tanpa perlu melihat. Sama seperti dia tahu pria itu tidak akan diizinkan masuk ke kelab malam ini, dan jika Zane sampai mendengar insiden itu, mungkin tidak akan pernah lagi. Pria di pintu tersenyum padanya."Selamat malam, Nyonya A, senang melihat Anda kembali," katanya."Selamat malam, Luther. Kelihatannya ramai sekali malam ini," kata Ava."Memang. Beri tahu anak-anak jika ada masalah," Luther mengingatkannya."Terima kasih." Ava berjalan masuk ke dalam kelab dengan musik yang keras dan hawa panas dari semua orang di dal
Ava mandi dan berpakaian, Zane membawanya ke lantai bawah, dan dia gugup saat mereka makan malam bersama Miguel. Dia kesulitan berkonsentrasi pada percakapan dan meskipun biasanya dia tidak punya masalah dengan basa-basi, sekarang dia merasa sulit untuk mengikuti alur pembicaraan. Zane bahkan tidak memberinya petunjuk sedikit pun tentang apa hukumannya, dan Ava menjadi terobsesi untuk mencari tahu."Kurasa kita akan beristirahat lebih awal malam ini, istriku sepertinya lelah," kata Zane kepada Miguel setelah mereka selesai makan."Tentu saja. Selamat malam, Nyonya A," kata Miguel."Terima kasih," kata Ava. Mereka semua berdiri dan Miguel meninggalkan ruangan lebih dulu. Ava baru saja akan melakukan hal yang sama ketika Zane menghentikannya."Kau akan naik ke kamar kita, kau akan memilih lingerie seksi yang menurutmu akan kusukai, dan kau akan duduk di tepi tempat tidur menungguku. Aku akan menyusulmu dalam dua puluh menit. Jika aku tidak menemukanmu duduk di tempat tidur dengan pakaia
Miguel bergabung dengan Ava dan Zane untuk sarapan keesokan harinya. Baik Miguel maupun Zane memastikan percakapan mereka tetap santai dan ringan. Ava tidak keberatan, ia tahu Zane akan berbicara dengannya secara pribadi jika Zane merasa Ava perlu tahu mengapa Miguel datang."Kami mungkin akan rapat atau pergi untuk urusan bisnis hampir sepanjang hari. Kau tidak apa-apa sendirian?" Zane bertanya setelah mereka selesai sarapan."Aku dan Linda sudah menduganya, jadi kami sudah memesan hari khusus perempuan di kolam renang untuk bersantai," kata Ava padanya. Zane membungkuk agar bisa berbisik di telinga Ava."Jangan coba-coba berpikir untuk berenang telanjang, Sayang. Aku akan memeriksamu dan lebih baik aku melihat bikini di tubuhmu itu.""Aku tidak akan pernah berenang telanjang tanpamu," bisiknya kembali."Tentu saja," ia setuju, mencium Ava, lalu ia dan Miguel pergi. Ava mengambil waktu sejenak untuk menenangkan diri sebelum naik ke lantai atas untuk berganti pakaian. Ia dan Linda ber
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen