Semua Bab Kontrak Nikah: Istri Pengganti Sang Presdir : Bab 11 - Bab 20

Dave menatap tajam asistennya, Rio yang sudah paham dan sudah berdiri setia di samping, dia segera menghampiri lalu memberikan foto Larisa di mana saat itu menjadi pilihan bosnya pada tuan Handoko. "Tuan besar maaf," Ujarnya memberikan selembar foto sembari membungkukkan badan penuh hormat. Kedua alis Handoko mengerut, lalu melihat jelas jika wajah Larisa dan wanita yang sudah di dipersunting oleh putranya ternyata berbeda. "Apa yang di katakan oleh putra ku benar Bastian? Kau telah melanggar kesepakatan pernikahan ini?" Handoko mendelik melontarkan satu pertanyaan dengan nada tinggi penuh penekanan. Bastian mengangkat bahu, wajah tuanya memucat keringat dingin pun mulai membasahi seluruh tubuhnya. "A-aku bisa menjelaskannya Handoko, ini hanya ada kesalahan paham saja." Mendengar penjelasan ayah mertuanya, Dave tersenyum getir. Dan sangat muak jelas-jelas beberapa hari lalu dia menginginkan Larisa sebagai calon istrinya malah di ganti dengan Laura. "Keluarga tidak tahu

Laura memejamkan mata, saat beberapa pertanyaan menyeruak dalam hati dengan penuh keraguan. Tapi dia tidak ingin menyerah apa lagi membuat ayahnya sedih dan jatuh sakit lagi. Harapan dirinya saat ini adalah harus bisa membuat Dave mau menerimanya sebagai seorang istri. Suara dering ponsel berbunyi, terlihat satu pesan masuk. Membuat perhatian Laura teralihkan sejenak dari kegundahannya. Setelah meraih dan membuka pesan Laura terkejut, ketika temannya bertanya kenapa hari ini dia tidak masuk kerja tanpa ada alasan yang jelas. "Ya ampun, aku lupa. Jika besok ada meeting penting. Aku belum menyelesaikan desain ku," Gumamnya menepuk dahi pelan. Meskipun ayahnya memiliki perusahaan sendiri, tapi Laura lebih suka mengejar kariernya dari hobinya yang suka melukis. Membuat ia berharap saat kerja magang saat ini bisa mengantarkan gerbang lebih besar lagi sebagai seorang desainer handal kelak di masa depan. "Tasya, aku besok masuk. Tolong sampaikan pada kepala tim," kata Laura membal

"Selamat datang tuan," Sapa para pengawal yang berdiri berjejer di depan pintu sembari membungkukkan badan penuh hormat, mereka menyambut kedatangan sang tuan rumah. Dave berjalan dengan wajah datar dan dingin. Laura yang baru selesai membuat secangkir kopi pun berusaha memberanikan diri menghampiri. "Mas sudah pulang? Aku buat secangkir kopi ayo di coba," Laura menawarkan seraya memancarkan senyum di wajah polos dan manisnya. Seketika langkah lebar Dave terhenti sejenak, ia mendengus kesal. Lalu menatap tajam Laura yang menyodorkan segelas kopi padanya. Namun bukannya Laura mendapatkan respon baik, malah sebaliknya. Dave diam membisu tanpa bicara sepatah kata pun, jangankan ingin mencicipi kopi buatan Laura, melirik saja seolah tidak minta. Setiap kali Dave melihat Laura, dia sangat sakit hati atas sikap Larisa dan keluarganya yang sudah menipu dirinya Air mata Laura menetes begitu saja, sungguh ia tidak menyangka jika niat baik yang penuh ketulusan darinya. Malah t

Keesokan harinya, Laura sengaja bangun lebih awal terlihat sudah sangat manis dan rapih mengenakan kemeja putih di padukan dengan rok span hitam yang senada dengan blazernya. Sebelum memutuskan pergi kerja, ia tak lupa menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri. Dengan menyiapkan secangkir kopi panas dan satu stel kemeja kantor. Meskipun kemarin Dave menepis kopi yang di buat, membuat Laura masih berusaha agar bisa di terima niat baiknya. Melihat sang suami yang masih terbaring di atas ranjang, Laura sebenarnya sangat ragu untuk membangunkan. Akan tetapi waktunya tidak banyak untuk segera pergi. "Ma-mas bangun, sudah pagi apakah mau ke kantor?" Panggil Laura lembut, tangannya hampir mendarat di lengan Dave, tapi ia menariknya kembali karena tahu sang suami tidak akan suka. Mendengar suara bising di telinga, perlahan kedua bola mata Dave terbuka lalu membidik tajam ke arah Laura yang menurutnya begitu lancang membangunkannya. Laura terhenyak, sampai ia spontan berj

Dave berdecak kesal, sembari menatap tajam ke arah jarum jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Sudah hampir setengah jam dia menunggu belum ada tanda-tanda keberadaan Laura. Baru saja lelaki bertopeng silver itu akan memanggil pengawal, tiba-tiba saja Laura baru keluar dari kamar di dampingi Maudy dan Ira. "Tuan, nyonya sudah siap." Maudy dan Ira memberitahu penuh hormat. Dave melirik, seketika majalah bisnis yang tengah dia pegang tadi sampai terjatuh ke bawah lantai, saat melihat sosok Laura yang terlihat sangat berbeda tidak seperti biasanya. Bruk! Wajah yang terlihat lebih cantik, rambut panjang tergerai Curly di ujung seolah membuat ia tidak percaya, jika wanita yang ada di depan matanya saat ini adalah Laura. Gadis sederhana yang kemarin. Laura tertegun, begitu juga dengan kedua wanita utusan nyonya Marina tak kalah kaget, saat mereka melihat majalah terjatuh ke bawah lantai dengan bunyi yang cukup keras. "Menurut tuan bagaimana penampilan nyonya? Apa a