"Kenapa di luar sendirian, di mana Dave?" Pertanyaan Oma Nena, membuat Laura seketika membeku. Bibirnya seolah terkunci rasanya bingung untuk menjawab apa. Karena bagaimana mungkin ia mengatakan jika suaminya tadi menyuruhnya menunggu di luar. "O-oma aku hanya..." Belum sempat Laura menjawab. Tiba-tiba saja Dave datang lalu berjalan menghampiri. "Sayang! Kamu ternyata di sini? Sudah aku bilang jangan lama-lama cari anginnya," tegur Dave sembari meraih dan memeluk pinggang Laura dengan begitu erat. Laura tercenggang saat mendengar panggilan sayang, membuat ia salah tingkah walaupun itu hanya sebuah sandiwara saja. Oma Nenna bernafas lega, saat melihat Dave yang begitu perhatian pada Laura. "Dave! Lain kali jangan biarkan istri mu di luar malam-malam sendirian, tidak bagus untuk kesehatannya. Jangan sampai kondisinya tidak fit. Sebelum kalian tidur jangan bulan minum jamu yang sudah Oma sengaja bawa dari luar negeri," Imbuhnya, lalu memanggil kepala pelayan yang sudah mengik
Laura terduduk lemas di sofa, dia ikut sedih setelah mendapatkan kabar dari sang ibu membuatnya semakin dilema. "Kasihan ibu, padahal dia sudah suka dengan barang-barangnya, apakah aku harus tanya mas Dave?"Mengingat suasana hati suaminya yang masih buruk, Laura pun menggelegkan kepala dan rasanya itu bukan hal tepat untuk dia lakukan saat ini. "Tidak, sebaiknya aku tunggu waktu yang tepat buat bertanya itu,' Tegas Laura, lalu membalas pesan chat sang ibu, dia berjanji jika memang semua mahar dan beberapa barang branded di berikan padanya, akan dia berikan langsung pada ibunya lagi. Setelah menutup layar ponsel, Laura menarik nafas panjang. Selain di minta barang-barang mewahnya. Sang ibu bahkan menekannya agar bisa membuat Dave jatuh cinta padanya. Karena tidak ingin jika sampai perusahaan mereka satu-satunya sewaktu-waktu di ambil oleh ayah mertuanya."Kenapa jadi seperti ini?" Laura memejamkan kedua pelupuk matanya indahnya sejenak, penuh kebingungan. Melihat sebuah lukisan ind
"Kau pikir aku mau satu kamar dengan mu? Cepat jangan membuat orang curiga terutama Oma," Bentak Dave, lalu berjalan lebih dulu."I-iya mas."Laura yang berjalan mengekorinya, sesekali dia menatap Dave dari belakang. Sikap tempramen suaminya membuat ia begitu penasaran terlebih lagi dengan wajahnya. Ingin rasanya Laura bertanya kenapa suaminya tidak pernah melepaskan setengah topeng di wajahnya. Apakah dulu terluka atau memang bawaan lahir. Beberapa pertanyaan mulai menyeruak dalam benak, membuat Laura sangat penasaran. Sesampainya di depan kamar, Dave masuk lebih dulu dengan perasaan yang sangat lelah, karena di sepanjang hari ini dia harus memasang senyum bahagia dengan penuh keterpaksaan di depan banyak orang. Laura yang baru masuk, dia terlihat sangat canggung dan bingung dengan apa yang harus di lakukannya saat ini. Melihat ada air di meja samping. Gadis manis itu memberanikan diri menawarkan pada Dave. "Ma-mas, apa mau minum?" Tanya Laura, suaranya terdengar gemetar ketakut
Beberapa jam kemudian, Widia terlihat sangat kesal saat melihat para pengawal tadi membawa semua mahar pernikahan yang sudah di berikan padanya. "Astaga ayah! Kenapa ayah membiarkan mereka membawa barang-barang berharga kita," Maki Widia sembari berkacak pinggang tak rela. Bastian menghela nafas kasar, setelah orang-orang utusan Handoko pergi membawa barang-barang mewah yang kemarin di berikan. "Sudah Bu, jangan membuat ayah pusing lagi pula Dave yang menyuruh mereka, kita bisa apa? Sudah tidak di penjara saja sudah untung," Bastian terduduk lemas.Rasanya dia bingung mencari cara agar bisa membujuk Handoko mau berubah pikiran lagi dan masih memiliki negosiasi yang menguntungkan untuknya. "Heh! Ayah menyebalkan, ibu tidak ingin bicara. Semua perhiasan itu sekarang malah di ambil," Widia menggerutu kesal. Lalu pergi ke kamarnya dan membanting pintu dengar kasar. Bastian hanya terduduk lesu, mengingat finansial keluarganya yang kini makin merosot. Apa lagi jika Dave selamanya tidak
Laura mengangguk patuh atas perintah suaminya, mereka berdua di sambut teriakan antusias para wartawan yang sudah lama menanti dari tadi. Mereka tanpa sungkan melontarkan beberapa pertanyaan pada Dave, tentang mempelai pengantin wanita yang sudah di ganti. Mendengar pertanyaan-pertanyaan yang berisik di telinga, membuat Dave sudah tidak ingin menjadi bulan-bulan paparazi itu lebih lama lagi. Hingga dia memutuskan untuk menegaskan jika apa yang selama ini di beritakan tidaklah benar adanya. Dengan suara yang lantang dan tegas, jika Dave mengatakan wanita yang sangat dia cintai adalah istrinya saat ini, bahkan dia mengatakan jika foto mempelai wanita saat foto prewedding adalah murni kesalahan pencetakan seorang fotografer saja . Tentu saja para wartawan saling menatap, rasanya mereka masih sangat janggal. Dan sungguh tidak masuk akal untuk hal itu. Baru saja salah satu wartawan akan bertanya lagi, Dave lebih dulu memberikan statement jika ada wartawan perwakilan dari mana
Satu pertanyaan Dave dengan nada baritonnya yang khas memecah keheningan di meja makan yang panjang dan mewah itu. Membuat Oma Nenna tersenyum lalu menjawab, jika dia akan memberikan sebuah kado pernikahan special terutama untuk Laura. Cucu mantu yang telah berhasil membuatnya senang. "Didepan semua orang di sini, Oma hanya ingin mereka tahu. Jika Laura adalah menantu pertama dari keluarga ini maka sesuai janji, perhiasan temurun leluhur kita, akan di berikan padanya!" Semua orang di sana terkejut, saat wanita tua yang berusia enam puluh tahunan lebih itu pun mulai membuka sebuah kotak merah berukuran sedang dan..Kilau cahaya Perhiasan membuat semua pasang mata berbinar dan takjub."Wah, indah sekali." Celetuk Merry menatap penuh obsesi, saat melihat kalung berlian dengan liontin safir berwarna biru. Bibirnya mengerucut lalu menatap Davin mengisyaratkan jika dia juga menginginkannya. Laura masih termangu, ia berusaha mencubit kecil tangannya agar tersadar dari apa yang dia denga