Malam berganti pagi, Laura sudah bersiap untuk pergi ke tempat di mana dirinya bekerja, meskipun baru magang tapi baginya itu sangat penting menjadi awal yang baik mengejar impian besarnya dari dulu. Dave yang sudah rapih juga dengan tuxedo hitam, yang membuat dirinya semakin gagah terlihat sudah siap berangkat ke perusahaannya. Mengingat semua orang sudah menunggu di meja makan. Dave dan Laura terpaksa harus kembali berakting sebagai pasangan suami istri yang saling mencintai. Mereka berdua berjalan menuruni tangga, semua orang di sana terlihat sangat senang saat melihat pasangan pengantin baru. "Dave! Laura ayo sarapan dulu," ajak Nyonya Marina. "Tidak Bu, aku tidak ada waktu." Tolak Dave lalu pamit dan mengajak Laura. Melihat Laura yang sudah berpenampilan rapih membuat semua orang terheran terutama sang Oma. "Tunggu!" Seketika langkah Dave dan Laura terhenti, mereka kembali menoleh. "Iya Oma? Oh iya. Sepertinya nanti malam kami akan pulang ke vila, jadi kalian tidak usah m
Setelah Laura berendam dengan waktu yang cukup lama, perlahan gadis cantik itu beranjak dari Bathub tubuhnya masih terlihat menggigil setelah memakai kimono handuknya. Dengan langkah kaki yang pelan Laura mulai keluar dari kamar mandi, terlihat Dave yang masih duduk bersandar di atas sofa dengan wajah yang menenggadah. "Mas, apa kamu tidak apa-apa?" Laura memberanikan bertanya saat suaminya terlihat beberapa kali mengeram, tubuhnya bahkan terasa panas seperti terbakar sampai mengeluarkan banyak keringat. Baru saja Laura ingin memastikan, tangan mungilnya yang hampir saja menyentuh lengan Dave untuk memastikan kondisinya. Dave spontan menatap tajam."Jangan menyentuh ku!" Bentak Dave menepis tangan Laura, sampai Laura terjatuh ke bawah lantai. Dave yang baru beranjak dari tempat duduknya, perasaannya semakin tak menentu jantungnya berdegup sangat kencang saat dia tak sengaja melihat Laura memakai kimono yang belahan dada-nya sangat rendah. Yang membuat efek dari jamu semakin tera
"Kenapa di luar sendirian, di mana Dave?" Pertanyaan Oma Nena, membuat Laura seketika membeku. Bibirnya seolah terkunci rasanya bingung untuk menjawab apa. Karena bagaimana mungkin ia mengatakan jika suaminya tadi menyuruhnya menunggu di luar. "O-oma aku hanya..." Belum sempat Laura menjawab. Tiba-tiba saja Dave datang lalu berjalan menghampiri. "Sayang! Kamu ternyata di sini? Sudah aku bilang jangan lama-lama cari anginnya," tegur Dave sembari meraih dan memeluk pinggang Laura dengan begitu erat. Laura tercenggang saat mendengar panggilan sayang, membuat ia salah tingkah walaupun itu hanya sebuah sandiwara saja. Oma Nenna bernafas lega, saat melihat Dave yang begitu perhatian pada Laura. "Dave! Lain kali jangan biarkan istri mu di luar malam-malam sendirian, tidak bagus untuk kesehatannya. Jangan sampai kondisinya tidak fit. Sebelum kalian tidur jangan lupa minum jamu yang sudah Oma sengaja bawa dari luar negeri," Imbuhnya, lalu memanggil kepala pelayan yang sudah me
Laura terduduk lemas di sofa, dia ikut sedih setelah mendapatkan kabar dari sang ibu membuatnya semakin dilema. "Kasihan ibu, padahal dia sudah suka dengan barang-barangnya, apakah aku harus tanya mas Dave?"Mengingat suasana hati suaminya yang masih buruk, Laura pun menggelegkan kepala dan rasanya itu bukan hal tepat untuk dia lakukan saat ini. "Tidak, sebaiknya aku tunggu waktu yang tepat buat bertanya itu,' Tegas Laura, lalu membalas pesan chat sang ibu, dia berjanji jika memang semua mahar dan beberapa barang branded di berikan padanya, akan dia berikan langsung pada ibunya lagi. Setelah menutup layar ponsel, Laura menarik nafas panjang. Selain di minta barang-barang mewahnya. Sang ibu bahkan menekannya agar bisa membuat Dave jatuh cinta padanya. Karena tidak ingin jika sampai perusahaan mereka satu-satunya sewaktu-waktu di ambil oleh ayah mertuanya."Kenapa jadi seperti ini?" Laura memejamkan kedua pelupuk matanya indahnya sejenak, penuh kebingungan. Melihat sebuah lukisan ind
"Kau pikir aku mau satu kamar dengan mu? Cepat jangan membuat orang curiga terutama Oma," Bentak Dave, lalu berjalan lebih dulu."I-iya mas."Laura yang berjalan mengekorinya, sesekali dia menatap Dave dari belakang. Sikap tempramen suaminya membuat ia begitu penasaran terlebih lagi dengan wajahnya. Ingin rasanya Laura bertanya kenapa suaminya tidak pernah melepaskan setengah topeng di wajahnya. Apakah dulu terluka atau memang bawaan lahir. Beberapa pertanyaan mulai menyeruak dalam benak, membuat Laura sangat penasaran. Sesampainya di depan kamar, Dave masuk lebih dulu dengan perasaan yang sangat lelah, karena di sepanjang hari ini dia harus memasang senyum bahagia dengan penuh keterpaksaan di depan banyak orang. Laura yang baru masuk, dia terlihat sangat canggung dan bingung dengan apa yang harus di lakukannya saat ini. Melihat ada air di meja samping. Gadis manis itu memberanikan diri menawarkan pada Dave. "Ma-mas, apa mau minum?" Tanya Laura, suaranya terdengar gemetar ketakut
Beberapa jam kemudian, Widia terlihat sangat kesal saat melihat para pengawal tadi membawa semua mahar pernikahan yang sudah di berikan padanya. "Astaga ayah! Kenapa ayah membiarkan mereka membawa barang-barang berharga kita," Maki Widia sembari berkacak pinggang tak rela. Bastian menghela nafas kasar, setelah orang-orang utusan Handoko pergi membawa barang-barang mewah yang kemarin di berikan. "Sudah Bu, jangan membuat ayah pusing lagi pula Dave yang menyuruh mereka, kita bisa apa? Sudah tidak di penjara saja sudah untung," Bastian terduduk lemas.Rasanya dia bingung mencari cara agar bisa membujuk Handoko mau berubah pikiran lagi dan masih memiliki negosiasi yang menguntungkan untuknya. "Heh! Ayah menyebalkan, ibu tidak ingin bicara. Semua perhiasan itu sekarang malah di ambil," Widia menggerutu kesal. Lalu pergi ke kamarnya dan membanting pintu dengar kasar. Bastian hanya terduduk lesu, mengingat finansial keluarganya yang kini makin merosot. Apa lagi jika Dave selamanya tidak