All Chapters of Hasrat Liar Suami Wasiatku: Chapter 81 - Chapter 90

Laura tidak bisa tidur malam itu. Setelah bicara dengan Anna, hati Laura seakan runtuh. Ia tidak sanggup lagi menatap Darren dengan cara yang sama. Ia menangis, ia marah, tapi ia tidak bisa melakukan hal lain selain mulai menjaga jaraknya dengan pria itu. Di rumah besar itu, setiap kali langkah Darren terdengar, Laura segera mencari alasan untuk menghindar. Saat Darren duduk di ruang keluarga, Laura berpura-pura sibuk di dapur. Saat Darren memasuki ruang makan, Laura lebih memilih membawa makanannya ke dapur. Bahkan saat mereka ke kantor bersama pun, tidak pernah sekali pun Laura mengajak Darren bicara. Mereka hanya bicara seperlunya tentang pekerjaan. Laura juga selalu mengunci pintu kamarnya beberapa hari itu. Winny tampak senang dengan perubahan Laura, tapi Darren sama sekali tidak senang. Hingga sore itu, Darren tidak tahan lagi dan memanggil Laura. Laura sendiri sedang berunding bersama Alya dan Oscar saat Darren menghampirinya. "Ikut ke ruanganku sekarang, Laura!"Laura me

Darren melajukan mobilnya memasuki kawasan resort. Ia yang terakhir tiba. Darren pun langsung bisa melihat keluarganya berdiri di sana dan Darren berniat memarkir mobilnya. Namun, tatapannya mendadak tertuju pada sosok yang paling tinggi di sana. Jensen lebih tinggi dari Diego, tapi setinggi Darren. Karena itu, Jensen terlihat begitu jelas. Pria itu berbicara dengan Laura, sebelum Laura dibawa pergi oleh seorang anak perempuan. Itu anak Jensen. Walaupun Darren belum pernah melihat anak Jensen sebelumnya, tapi wajah anak itu mirip Jensen. Darren pun langsung menggenggam erat setirnya. Rahangnya mengeras. Ia tidak tahu Jensen juga ikut dalam liburan keluarga dan ia tidak menyukainya, apalagi pria itu membawa anaknya yang langsung akrab dengan Laura. "Sial!" geram Darren mendesis. Namun, desisan itu bisa didengar oleh Winny yang langsung menatap apa yang Darren tatap, tapi ia berpura-pura bodoh. "Ada apa, Darren? Kau tidak memarkir mobilnya?" Tanpa menjawab, Darren pun memarkir mo

Sore hari menjelang dengan cepat dan keluarga Diego pun diantarkan ke kamar masing-masing. Resort itu terdiri dari banyak bangunan cottage. Anna bersama Diego, Jovan dan istrinya, Darren bersama Oscar, sedangkan Jensen dan para wanita mendapatkan kamar masing-masing, termasuk Bik Erna yang kamarnya tepat di samping kamar Winny untuk membantu kalau Cia rewel. Bik Erna sendiri sudah menawarkan diri untuk satu kamar dengan Winny saja karena ia sungkan mendapatkan satu kamar sendiri, tapi Winny menolak. Ia tidak mau satu kamar dengan pelayan. Laura pun meminta satu kamar dengan Bik Erna, tapi Darren tidak mengijinkannya. Darren kukuh Laura harus punya kamar sendiri agar ia bisa masuk ke sana sewaktu-waktu. "Lio mau lihat kamar Aunty!" seru Lio yang terus menarik Jensen ke kamar Laura. "Papa sungkan ke sana, Lio!" "Ayo, Papa! Aunty! Aunty!" Lio terus memanggil Laura. Laura sendiri baru saja masuk ke kamarnya dan kamarnya terlihat indah. Desain kayu-kayu membuatnya merasa benar-benar

Darren terus mengumpat di kamar mandi. Ia sama sekali tidak suka kondisi ini. "Mengapa aku tidak boleh bertemu dengan ibuku sendiri? Mengapa aku tidak boleh mengenalkan istriku sendiri? Mengapa aku harus mendengarkan kata orang? Sial!" Darren mengembuskan napas kasar dan mencoba mendengarkan. Ada suara Anna di sana. Darren bisa mendengar percakapan singkat Anna dan Laura, sebelum akhirnya mereka berpisah dan Laura menutup pintunya. Laura masih berdiri bersandar di pintunya dengan jantung yang berdebar kencang. Ia memegangi dadanya. "Semoga Tante Anna tidak curiga. Ya ampun, mengapa aku merasa seperti seorang penjahat sekarang? Maafkan aku, Tante Anna. Aku tidak bermaksud membohongi Tante." Anna terus menenangkan napasnya, sebelum ia pun membuka pintu kamar mandi dan menemukan Darren yang masih berdiri menatapnya. "Mama sudah pergi?" "Sudah. Dan kau juga harus pergi." "Aku tidak mau pergi, aku mau tidur di sini." "Darren, jangan membuat semuanya makin mendebarkan. Aku tidak ma

"Mama, Cia sakit perut." Semua orang sudah berkumpul untuk sarapan saat Cia mengeluh perutnya sakit. Mereka duduk di meja panjang, sehingga semua orang bisa makan di meja yang sama. Winny yang baru mulai mengunyah makanannya pun sedikit kesal. "Ke toilet sana dan poop!" "Tapi Cia bukan mau poop." Cia terus memegangi perutnya yang terasa sakit. Rasanya melilit sampai Cia terus merintih dan tidak nyaman. Perutnya kembung sampai ia juga tidak mau makan."Kalau bukan mau poop terus mau apa? Semua orang sedang makan, tapi kau malah bilang sakit perut," omel Winny sambil mendesis. Cia pun terus duduk gelisah dan tidak mau makan sama sekali. Laura sendiri sudah begitu sibuk bersama Lio. Sesekali ia melirik Cia yang wajahnya meringis, tapi ia masih takut untuk bertanya. Sedangkan Anna sudah duduk di tempatnya sambil terus memperhatikan interaksi semua orang. Entah Laura itu sebenarnya baik atau tidak. Sejak Anna mengenalnya, ia merasa Laura sangat baik dan tulus, tapi dari cerita Win