"Kau sudah basah, Laura ...." "Singkirkan tanganmu, Darren! Aku tidak sudi disentuh olehmu!" "Biar tubuhmu yang bicara," bisik Darren, sebelum jari-jarinya bermain di tubuh istrinya itu. **** Laura bukan janda biasa. Setelah ditinggal meninggal suaminya, ia mendapati kenyataan mengejutkan: ia diwariskan pada Darren, pria dingin yang ia anggap sebagai pembunuh suaminya. Bagi Darren, Laura adalah dosa terlarang, ia tidak pantas menginginkan istri sahabatnya. Namun, tiba-tiba sahabatnya meninggal dan mewariskan istrinya. Darren tidak pernah menyangkal hasratnya, ia menginginkan Laura sepenuhnya. Sementara Laura hanya ingin lari dari pria yang dibencinya itu. Berhasilkah Laura dalam pelariannya, saat setiap langkahnya malah menyeretnya mendekat hingga tenggelam terlalu jauh dalam hasrat liar suami wasiatnya itu?
View More"Bagaimana bisa kau masih perawan, Laura?"
Bisikan parau itu terdengar samar di telinga Laura, teredam oleh lenguhannya sendiri. Sejenak ia menahan napas karena rasa perih yang seolah membelah tubuhnya, tapi ia tidak rela mengakhirinya.
"Jangan berhenti! Jangan berhenti!" desahnya tertahan.
Tubuh kekar itu tidak berhenti, merengkuhnya, menghujamnya jauh, hingga perlahan rasa sakit itu berubah menjadi rasa nikmat yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya.
Setelah dua tahun pernikahan mereka, akhirnya, Yusak, suaminya menyentuhnya.
Laura tidak ingat bagaimana ia bisa ada di sini. Terakhir yang ia ingat, ia berada di pesta bersama keluarga Yusak. Ia bersumpah tidak minum alkohol, hanya segelas jus jeruk. Tapi tidak lama setelahnya, ia merasakan pusing dan rasa aneh di tubuhnya.
Laura sempat menelepon Yusak yang mendadak menghilang, tapi tidak kunjung diangkat. Hingga akhirnya ia melangkah sempoyongan, berusaha menemukan kamar mereka di hotel ini, tempat pesta perusahaan berlangsung dan ia berakhir di sini.
Senyuman lemah terbit di wajah Laura saat ia bangun keesokan harinya. Lengan kokoh suaminya masih memeluk tubuh telanjangnya dengan posesif.
Tapi kesadaran mendadak menyentaknya.
Mengapa aroma ini asing?
Mengapa lengan itu terasa lebih besar dari lengan suaminya?
Perlahan, ia menyingkirkan lengan itu dari tubuhnya dan menoleh.
Kedua matanya langsung membelalak mengetahui bahwa pria itu bukan suaminya.
Darren Pratama.
Pria tampan yang masih terlelap seolah tanpa dosa itu adalah Darren, sahabat Yusak.
Laura menahan napas. Jantungnya berdentum kencang. Laura berusaha bergerak, tapi rasa nyeri yang menusuk terasa di bagian bawah tubuhnya.
"Apa ... yang terjadi? Mana Yusak? Mengapa aku bisa di sini dengannya?"
Belum reda rasa syoknya, bunyi dering ponsel sudah mengagetkannya. Dengan panik, Laura meraih tasnya, berusaha mengambil ponsel tanpa membangunkan Darren. Namun, tangannya gemetar hebat saat melihat siapa yang menelepon.
Itu ibu mertuanya.
Dengan tangan masih menggenggam selimut menutupi tubuhnya, Laura mengangkat panggilan itu.
"H-halo, Ibu ...."
Terdengar suara di seberang yang langsung membentak, membuat nyalinya menciut.
"Di mana kau, Laura? Apa yang kau lakukan pada Yusak, hah? Kau benar-benar wanita pembawa sial!"
Jeritan bercampur tangisan terdengar sampai membuat debar jantung Laura makin memacu tidak terkendali.
"Apa ... apa maksudnya? Apa yang terjadi pada Yusak, Ibu?" Suara Laura sudah bergetar.
Dan dunia Laura terhenti sejenak mendengar jawaban itu. Ia tidak pernah siap kehilangan suaminya, tempatnya bersandar selama dua tahun ini. Tapi kenyataan itu datang, bagai petir yang menyambar tepat ke jantungnya.
Yusak, suaminya, ditemukan tergeletak tidak bernyawa di lantai dengan botol berisi obat tidur yang berceceran di sampingnya.
Kenyataan itu makin menyakitkan memikirkan saat Yusak sedang meregang nyawa semalam, Laura malah sedang menikmati surga dunia bersama pria lain, sahabat suaminya sendiri.
* Laura bersimpuh di depan tanah makam suaminya yang masih basah siang itu. Polisi menetapkan kematian Yusak sebagai bunuh diri, overdosis obat tidur, padahal Laura tidak pernah ingat kapan suaminya membutuhkan obat tidur.Saat semua pelayat sudah pergi, tinggal ia sendiri bersama keluarga Yusak, tapi ia malah terus dihina.
Laura memang menikah dengan Yusak demi terbebas dari keluarga toxicnya, sedangkan Yusak butuh istri untuk dinikahi sebelum ayahnya meninggal.
Demi merawat ayah Yusak sampai akhir hayatnya, Laura melepaskan pekerjaannya. Bahkan, Laura juga dijadikan pembantu di rumah Yusak. Semuanya ia lakukan demi menjadi istri yang baik, walaupun nyatanya, sampai detik ini, ia tidak pernah benar-benar diterima di keluarga itu.
"Aku sudah bilang sejak awal, kau tidak pantas untuk anakku!"
Suara Wanda, ibu Yusak, terdengar tajam, menampar telinga Laura seperti cambuk.
"Kau bukan istri, tapi kutukan! Anak malang dari keluarga kacau! Jangan berpikir setelah anakku meninggal, kau bisa menjadi janda terhormat! Kau tetap janda miskin dari keluarga miskin yang haus uang!"
"Dasar wanita materialistis pembawa sial! Pergi kau dari sini!" teriak Wanda penuh amarah.
Wanda mendorong Laura sampai Laura jatuh terjerembab ke tanah, dahinya terbentur batu nisan suaminya, dan air matanya terus mengalir.
Bahkan, sesampainya di rumah, Wanda melempar semua barang milik Laura keluar dari rumah dan kembali mengusirnya.
"Pergi dari rumah ini dan jangan pernah menunjukkan wajahmu lagi di depan keluarga kami!"
Laura menunduk, memeluk koper kecil berisi baju dan sisa martabatnya. Ia hampir melangkah pergi saat tiba-tiba seorang pria tua yang merupakan pengacara berdiri di depan pagar.
Suasana seketika tegang saat Laura akhirnya diijinkan masuk kembali ke dalam rumah. Semua orang menatap sang pengacara tua itu dengan penuh tanya.
Yusak masih muda dan bukan miliarder, mustahil ia membuat wasiat. Tapi semuanya terdengar nyata saat sang pengacara mulai berbicara.
Bahkan, mereka harus mengundang Darren juga karena nama itu disebutkan di wasiat penting sahabatnya. Laura menatapnya dengan emosi yang tidak bisa dijelaskan.
"Pak Yusak datang kepadaku dalam keadaan yang kacau bulan lalu. Beliau menderita gangguan kecemasan yang tidak dijelaskan secara detail, tapi Beliau membuat wasiatnya."
"Ada dua hal yang disebutkan dalam wasiatnya. Pak Yusak punya sebidang tanah yang diwariskan pada ibunya, termasuk hutangnya karena tanah itu masih menyicil."
Wajah Wanda yang tadinya sumringah pun kembali cemberut saat harus melunasi hutang anaknya juga.
"Lalu ada wasiat penting juga untuk Bu Laura. Dan wasiat ini berhubungan dengan Pak Darren."
Jantung Laura kembali berdebar kencang, ia melirik Darren yang masih duduk tanpa ekspresi. Hingga tidak lama kemudian, Laura hampir pingsan mendengar wasiat Yusak untuknya.
"Pak Yusak ingin agar Pak Darren mengambil tanggung jawab atas Bu Laura dan menikahinya."
**Brak!Suara pintu tertutup membuat Darren dan Oscar menoleh ke atas. Mereka hanya tinggal berdua setelah anak buah pergi bersama koruptor yang berani menggelapkan dana proyek. "Apa itu Laura? Dia mau keluar tapi tidak jadi?" Oscar menatap penuh tanya pada balkon di depan kamar Laura. Darren ikut menatap pintu kamar Laura yang tertutup sambil mengembuskan napas panjangnya. "Biarkan saja, Oscar! Aku akan mengatasinya nanti. Tapi semua masalah ini membuat kepalaku berdenyut. Untung saja kita sudah berhasil menyingkirkan koruptor itu, jadi kita bisa fokus meredam gosip." "Ya, akhir-akhir ini banyak masalah di perusahaan, tapi ada baiknya kau menyelesaikan urusan istrimu, sebelum dia menambah deretan masalah kita, Darren!" "Aku tahu apa yang harus kulakukan, Oscar!" sahut Darren tajam. Oscar mengangkat bahunya. "Baiklah, aku tidak bicara lagi! Tapi kalau tidak ada hal lain, aku pulang duluan!"Oscar segera berpamitan dan pergi dari sana, sementara Darren menatap pintu kamar Laura sed
"Dia pasti menjual dirinya, Ibu! Bukankah Pak Darren itu bosnya Yusak juga? Aku masuk ke perusahaan itu juga karena rekomendasi Yusak. Ya, Laura pasti menjual dirinya pada Pak Darren!" Claudia menatap jijik pada rumah mewah Darren seolah ia sedang menatap Laura sekarang. "Oh, kau benar juga, Claudia! Dasar wanita murahan! Mungkin dia tidak mau dengan Pak Bono yang gendut dan jelek, tapi dia maunya sekelas Pak Darren yang masih muda dan gagah." "Tapi bukankah itu mustahil Pak Darren mau padanya?" "Ah, kau benar juga, Sayang! Kalau Pak Darren mau wanita, pastilah dia mencari yang cantik sepertimu, bukan yang jelek dan bekas seperti Laura. Tapi ini masih tidak masuk akal. Kalau memang dia tinggal di rumah mewah seperti ini, untuk apa lagi dia pulang ke rumah kita?" Claudia mengerjapkan mata mendengarnya. "Ibu benar juga. Ini masih aneh sekali." "Ck, tapi sudahlah, ayo kita pulang dulu dan tanyakan lagi dengan jelas!" Ayudia dan Claudia pun akhirnya pulang dan langsung mencari tahu
Darren tidak memberi ruang untuk Laura membantah lagi. Tangannya menyusup lebih dalam, menyentuh bagian paling pribadi dari tubuh Laura, menggerayangi dengan penuh kuasa. Tubuh Laura menegang, mulutnya mengumpat, tapi suara yang keluar justru berupa desahan tertahan."Ah ... tidak ... Darren ... jangan!"Namun, tubuhnya mengkhianatinya. Tangan Darren terus bermain, menguasai kelembutan wanita itu dengan intensitas yang membuat Laura menggigil. Tubuhnya mulai bergetar hebat, bukan karena takut, tapi karena gelombang kenikmatan yang menyerbu bertubi-tubi—dan ia membencinya. Ia membenci tubuhnya sendiri yang menyambut sentuhan Darren.Darren mendekatkan wajahnya, matanya menatap Laura dalam-dalam. "Aku tahu kau sedang berduka, tapi ini mengejutkan bagaimana kau tidak pernah merasakan kenikmatan seperti ini padahal kau sudah menikah, Laura." "Kau ... brengsek, Darren ...." Laura mengumpat, tapi tidak menghentikan apa yang Darren lakukan lagi. Tangan pria itu terus menyiksa Laura, seme
Semua orang tersentak kaget dan langsung menoleh ke arah pintu, begitu juga dengan Laura. Entah Laura harus lega atau malah takut melihat pria itu di sana. Darren, suaminya ada di sana dengan tatapan tajam dan aura dinginnya. "Siapa kau? Berani sekali mendobrak pintu dan menganggu kesenanganku!" geram Pak Bono yang langsung memberi kode anak buahnya untuk maju. Tanpa menjawab, Darren melangkah cepat. Dua anak buah Pak Bono maju menyerang, namun dalam hitungan detik, tubuh mereka terpelanting ke sisi ruangan. Tatapan Darren beralih pada Pak Bono dan langsung menyerangnya."Berani sekali kau menyentuhnya!" Buk!Tinju Darren menghantam rahang Pak Bono. Pria gempal itu jatuh terhempas dan tidak mampu berdiri lagi.Dengan cepat, Darren pun menarik tangan Laura, menyeretnya keluar dari klub itu."Apa ini, Darren? Lepaskan aku!" pekik Laura tidak terima. Laura sampai berkali-kali tersandung mengikuti langkah pria itu. Tapi Darren tidak melambat dan malah mendorong Laura masuk ke mobil
Ayudia, wanita paruh baya dengan dandanan menor berdiri di depan pintu sambil berkacak pinggang. Tatapannya menusuk, menatap Laura seolah ia adalah beban dunia. Di sampingnya, Claudia, juga berdiri menyilangkan tangan, senyum sinis terlukis di bibirnya.Laura membalas tatapan itu dengan kebencian yang sama. Ayudia, selingkuhan ayahnya yang akhirnya dinikahi adalah sumber kehancuran keluarganya. Sejak wanita itu datang, ayah Laura berubah, memperlakukan istri serta anak kandungnya sendiri seperti sampah. Claudia, anak Ayudia dari pernikahan sebelumnya, tidak berbeda dengan ibunya yang jalang. Mereka hanya menjadikan Laura sebagai ATM berjalan yang harus selalu menyediakan uang setiap kali mereka butuh. Kalau Laura tidak mau memberi uang, ayahnya akan turun tangan, memukul dan memaki Laura tanpa perasaan. Itulah alasan utama mengapa Laura begitu cepat menerima lamaran Yusak saat umurnya masih 21 tahun waktu itu, karena Laura ingin pergi dari keluarga toxicnya. Dan kini, disambut den
Suara ketukan pintu terdengar pelan, menyusul keheningan yang menggantung setelah Darren pergi. Seorang pelayan wanita paruh baya masuk dengan hati-hati, membawa nampan berisi makanan.Langkahnya terhenti begitu melihat lampu meja yang pecah di lantai. Namun, wajahnya tetap tenang, dan ia berusaha tersenyum."Selamat siang, Bu Laura," sapanya lembut. "Aku Bik Erna, pelayan pribadi Anda. Aku membawakan makan siang untuk Anda. Apa Anda mau makan di sini atau di ruang makan saja?" Laura hanya meliriknya sekilas tanpa minat. "Letakkan saja di meja, aku tidak lapar.""Tapi Anda belum makan apa-apa sejak pagi, Bu."Laura berdiri menatap jendela, masih membelakangi Bik Erna. Namun, alih-alih menjawab, ia malah bertanya hal lain. "Apa pembunuh itu sudah pergi?" "Eh, siapa maksudnya, Bu?" "Darren! Siapa lagi? Di mana dia sekarang?" "Ah, Pak Darren baru saja kembali ke kantornya. Tapi apa ada pesan untuk Pak Darren? Anda mau aku meneleponnya?" "Tidak! Jangan!"Laura berbalik cepat, suaran
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments