“Aku masih pengen tahu kenapa dia ngajak ketemu langsung,” ucap Callista sambil memutar amplop kosong di tangannya.Adrian duduk di ujung sofa, sikunya bertumpu di lutut, pandangan menatap ke lantai. “Karena dia pikir, tatap muka bisa bikin kita goyah. Dia selalu main di wilayah psikologis, Cal.”Callista mendekat, duduk di sampingnya. “Kalau dia mau main di wilayah itu, kita harus punya benteng yang dia nggak bisa tembus.”Adrian menoleh, matanya menajam. “Benteng itu udah ada.” Ia mengangkat tangan, menyentuh pipinya pelan. “Kamu.”Gadis itu sempat terdiam, lalu tersenyum tipis. “Kalau gitu, aku nggak boleh retak.”“Kita dua-duanya nggak boleh,” jawab Adrian singkat.**Mereka mulai mempersiapkan detail yang tidak hanya soal dokumen atau bukti. Callista memeriksa pilihan pakaian, memastikan warna dan potongannya memberi kesan tegas tanpa terkesan defensif. Adrian memperhatikan, sesekali memberi masukan, tapi lebih seri
Terakhir Diperbarui : 2025-08-21 Baca selengkapnya