Ellan tak menatapnya. Ia hanya memainkan ujung tissue yang terlipat rapi di atas meja. “Aku tahu kamu butuh ruang buat bernapas. Jadi, kalau kamu pengen diem dulu, aku bisa diem nemenin. Kalau kamu pengen ngobrol, aku bisa pura-pura jadi stranger yang baru pertama kali ketemu kamu.”Sheana memejamkan mata sejenak. Ketulusan Ellan itu justru lebih menyentuh daripada sekadar kalimat “kamu kenapa?”Lalu, pelan-pelan ia berkata, “Aku cuma lagi... kehabisan daya. Udah nyoba jaga semuanya tetap kelihatan oke, tapi ya gitu deh. Capek juga pura-pura terus.”Ellan mengangguk pelan. Kali ini ia menatap Sheana langsung, dengan mata yang tak menghakimi, hanya menunggu—seolah ingin bilang ‘nggak papa kalau kamu hancur, aku nggak akan pergi’.Lalu, dengan gaya jenakanya, ia membungkuk sekali lagi. “Tante, perlu aku temani? Belakangan ini usahaku sepi. Orderan klien makin kurang. Gimana dong?”Dan saat itulah, ekspresi Sheana mulai berubah. Tangisnya belum betul-betul hilang, t
Last Updated : 2025-07-02 Read more