Aroma roti panggang dan teh melati memenuhi ruang makan pagi itu. Gian duduk di ujung meja, membuka koran digital di tabletnya, sementara Tuan Mahesa sibuk dengan ponselnya.“Ya, Mas,” katanya, terdengar santai. “Ah, iya. Sudah lama sekali tidak bertemu kalian. Bagaimana anak-anak?”Percakapan itu berlangsung akrab, diselingi tawa pendek. Aurelia hanya menatap dari seberang meja, sesekali melirik Gian yang terlihat seperti tak memperhatikan apa-apa, meski telinganya jelas menangkap semua.Setelah menutup telepon, Tuan Mahesa tersenyum puas. Dia lantas menoleh pada sang menantu lalu berkata, “Tadi sepupu Ayah menelepon. Katanya ingin sekali bertemu. Mumpung ini hari libur, tidak ada salahnya kita berilaturrahmi, bukan?”Nyonya Lestari meletakkan sendoknya. “Kita bisa menunda. Ini terlalu mendadak.”“Justru karena mendadak, suasananya akan lebih hangat,” balas Tuan Mahesa lembut, tapi mantap.Nyonya Lestari menahan napas. Ia tahu, jika suaminya sudah bicara seperti itu, tak ada lagi yan
Terakhir Diperbarui : 2025-07-09 Baca selengkapnya