Semua Bab QI ABADI : Kebangkitan Wu Xuan: Bab 31 - Bab 40

Langit senja memudar menjadi kelam di atas Gunung Obor Surga, tapi altar utama di puncaknya justru memancarkan cahaya spiritual yang makin terang. Delapan pilar giok membentuk lingkaran besar, masing-masing memancarkan sinar jiwa berwarna biru keperakan.Di tengah altar itu, Tetua Bai Guang berdiri dengan jubah putih emas, bordir segel jiwa menghiasi punggungnya. Wajahnya tegas, matanya tajam. Ia adalah salah satu penjaga utama Gunung Obor Surga — kultivator tingkat Alam Roh Dewa."Ujian tahap kedua: Formasi Jiwa Konvergen!" serunya, suaranya menggema hingga lembah. "Di sinilah kalian akan diukur bukan hanya dalam teknik, tapi dalam keselarasan antara roh, Qi, dan kehendak kalian sendiri."Sorot mata para peserta berubah serius. Mereka berdiri mengelilingi altar, bersiap memasuki formasi spiritual yang hanya bisa disentuh oleh mereka yang telah mencapai setidaknya Alam Inti Roh.Di antara peserta itu, Wu Xuan melangkah maju dengan langkah mantap.Jubah panjang putih-ungu membalut tubu

Tiga hari setelah insiden altar iblis, Gunung Obor Surga kembali sunyi, namun di balik ketenangan itu, pergerakan sekte-sekte besar makin cepat. Di ruang meditasi kedap suara milik Tetua Bai Guang, gulungan demi gulungan laporan dikirim oleh sekutu mereka di barat dan selatan. Beberapa mencatat tanda-tanda gerakan Sekte Hantu Hitam yang membentuk cabang bayangan.Sementara itu, Wu Xuan dan Qian Rou berangkat diam-diam menuju “Perpustakaan Langit Gelap”, sebuah tempat terlarang yang hanya bisa dimasuki dengan izin langsung dari Dewan Empat Pilar. Tempat itu menyimpan kitab-kitab formasi jiwa kuno dan simbol langit yang telah lama terlupakan.Mereka didampingi oleh Luo Fei (Alam Inti Roh), sang pelacak dari Sekte Gerbang Malam. Ia tampak tenang seperti biasa, mengenakan jubah hitam panjang dengan sabuk tengkorak yang menggantung tenang di pinggangnya.“Di dalam sana,” ujarnya sambil menunjuk gerbang batu hitam yang tertutup oleh kabut ungu, “tersimpan banyak simbol larangan. Jangan sent

Udara di sekitar altar bergetar hebat. Kabut ungu bercampur hitam menari liar di antara pilar batu purba, membawa desis suara dari dimensi lain. Di tengah medan ritual itu, Wu Xuan dan Qian Rou berdiri berdampingan, menghadapi Jiu Hei — penyihir altar dari Sekte Hantu Hitam.Aura Jiwa Langit Wu Xuan mulai mendesak keluar dari tubuhnya. Empat bayangan naga mengelilingi tubuhnya, menyatu ke dalam pola rotasi simbol langit yang melingkar di sekitar tanah di bawahnya. Di punggungnya, segel Jiwa Langit bersinar menyilaukan, memperlihatkan bahwa kekuatannya telah stabil di Alam Jiwa Langit (tahap menengah).Sementara itu, Qian Rou mengangkat kedua tangannya. Sinar putih kebiruan muncul dari telapak tangannya, membentuk lambang "Cermin Jiwa Penerang" — simbol perlindungan kuno yang hanya bisa diaktifkan oleh kultivator dengan kekuatan jiwa murni tingkat tinggi. Kultivasinya juga meningkat tajam ke Alam Jiwa Langit (tahap puncak).“Kalian tidak akan mampu menghentikan kebangkitan altar ini,”

Suasana aula utama berubah hening saat Wu Xuan dan Luo Feng melangkah ke tengah arena sparring, yang dikelilingi formasi pelindung tujuh lapis. Aura mereka bersinar terang, membentur langit-langit kristal Puncak Langit Suci.Luo Feng berdiri tegak dengan tombak panjang perak-biru yang bersinar di tangannya. Di ujung tombaknya, kilat menari liar, memperlihatkan bahwa senjata itu bukan tombak biasa."Tombak Petir Langit Keempat," gumam Tetua Qing Lian dari Sekte Giok Hijau. "Hanya diberikan pada murid yang telah mencapai Alam Jiwa Langit tahap puncak dan memiliki bakat penguasaan elemen petir murni."Luo Feng (Alam Jiwa Langit, tahap akhir) telah dikenal sebagai salah satu murid jenius dari Sekte Petir Tersembunyi. Kecepatan, kekuatan dan insting bertarungnya mendekati sempurna. Bahkan beberapa murid Alam Roh Dewa mengaku kewalahan melawannya dalam simulasi.Namun Wu Xuan berdiri tanpa gentar. Ia mengatur napas, dan simbol naga berpendar di punggungnya. Tiga naga spiritual melingkari tu

Setelah melewati Lembah Jiwa Yang Terbelah, rombongan delegasi melanjutkan perjalanan melalui Hutan Giok Sembilan Lapisan. Di sana, mereka hanya berhenti sejenak untuk menyusun ulang formasi pertahanan dan mengganti formasi teleportasi darurat. Wu Xuan tetap di garis depan, auranya mantap dan stabil di Alam Jiwa Langit tahap akhir. Namun ada tekanan dalam pikirannya yang belum reda."Dia menyebutku pewaris naga..." gumamnya malam itu, menatap langit. "Berarti musuh benar-benar telah mengetahui identitasku."Qian Rou duduk di sebelahnya, memeluk lutut dan mengenakan jubah luar warna putih mutiara. Ia menatapnya pelan. “Kau bukan lagi murid biasa, Wu Xuan. Dunia sedang memperhatikan langkahmu.”Wu Xuan menoleh. “Dan itu artinya aku harus semakin hati-hati.”Keesokan harinya, mereka tiba di depan Sungai Kabut Hitam — sungai berwarna ungu kehitaman yang mengalir tenang di dataran berbatu. Di seberangnya, berdiri dua pilar kuno raksasa dengan pahatan naga dan phoenix, membentuk Gerbang Rer