Malam itu aku hampir tak bisa tidur. Ancaman Anton di telepon terus bergema di kepalaku. Kata-katanya dingin, menusuk, seolah ada bayangan gelap yang akan menelan usahaku kapan saja. Namun aku tahu, mundur bukan pilihan. Jika aku menyerah, bukan hanya Sambal Arsya yang hilang, tetapi juga perjuangan bertahun-tahun, kerja keras tim, dan harapan banyak keluarga yang bergantung pada dapur kecil kami. Keesokan harinya, suasana rumah produksi terasa berbeda. Semua pekerja tahu tentang berita yang tersebar, juga ancaman yang mulai terbuka. Namun, bukannya ciut, mereka justru terlihat semakin solid. “Bu Rani,” kata Riska sambil mengikat rambutnya, “kita nggak boleh kalah. Saya dan teman-teman siap lembur, siap kerja keras, pokoknya jangan kasih mereka kesempatan buat injak-injak kita.” Yang lain ikut mengangguk. Ada semangat baru yang menyala di mata mereka. Aku menatap wajah-wajah itu dengan haru.
Terakhir Diperbarui : 2025-08-28 Baca selengkapnya