Pagi itu, suasana gedung pengadilan terasa begitu menegangkan. Gedung yang biasanya hanya kulihat dari luar, kini harus kuinjak dengan hati penuh was-was. Aku, seorang perempuan sederhana yang hanya bermimpi membesarkan usaha sambal rumahan, kini duduk di kursi panas menghadapi perusahaan raksasa yang punya kuasa, uang, dan jaringan hukum. Arga menepuk pundakku pelan sebelum masuk ke ruang sidang. “Tenang, Ran. Ingat, kita tidak bersalah. Semua dokumen kita sah. Kita datang bukan untuk takut, tapi untuk membuktikan kebenaran.” Aku mengangguk, meski tangan masih dingin. Di sebelahku, Bagas, pengacara muda yang kami percaya, tampak sibuk membuka berkas-berkas dan menyusun argumen. Wajahnya tenang, meski matanya menyimpan kewaspadaan. Begitu pintu ruang sidang dibuka, mata semua orang langsung tertuju padaku. Ada wartawan dengan kamera, ada pengamat UMKM, ada juga beberapa orang yang sengaja diundang oleh pihak lawan untuk memperbesar tekanan. Aku bisa merasakan tatapan mereka—ad
Last Updated : 2025-08-26 Read more