Wajah Anastasia menegang, jari-jarinya mencengkam erat hingga pucat pasi.Dibandingkan terakhir kali Adeline melihatnya, kondisi Anastasia tampak jauh lebih baik, pipi sudah bersemu, bibir pun tak lagi kering dan pecah.Hanya matanya yang masih berkilat dengan rasa takut dan gelisah.Wajah rapuh itu memang pandai menipu.Dulu, saat mereka makan, berlatih, dan bersama-sama, Adeline tak pernah menyadari kalau Anastasia begitu lihai berpura-pura. Kini ia baru sadar, dulu ia terlalu naif.“Pemulihanmu cukup cepat,” ucap Adeline tiba-tiba. “Sepertinya kau memang sangat ingin menjalani kehidupan baru.”Anastasia menundukkan kepala, rambut panjangnya jatuh menutupi setengah wajah, menyisakan leher putih pucat yang terekspos.Sikap nyaris menangis seperti itu pernah membuat banyak orang merasa kasihan padanya. Tetapi sekarang, bagi Adeline, hanya terasa konyol.“Jawab pertanyaanku.” Adeline kembali ke topik semula.Anastasia merapatkan bibir, tetap bungkam.“Kenapa menyimpan sesuatu yang bukan
Magbasa pa