Beberapa detik saling menatap, udara seakan memercikkan api yang tak terlihat.Akhirnya, Leo lebih dulu mengalihkan pandangan. Ia bangkit, merapikan ujung jasnya, wajahnya tampak tenang, tetapi di balik itu tersembunyi kilatan tajam, "Bir sudah diminum, kata pun sudah cukup. Selamat malam, Pak Ken."Begitu pintu tertutup, bayangan pria itu hilang sepenuhnya dari pandangan. Senyum di wajah Ken perlahan lenyap.Ia melangkah ke depan jendela, mengeluarkan ponsel dan menekan satu nomor, "Selidiki jaringan relasi Leo di kota ini… ya, secepatnya."Pada saat yang sama, Leo kembali ke kamarnya. Ia segera menekan nomor Edric, "Besok pagi jam tujuh, aku mau semua detail tentang Winarta Corp ada di mejaku… terutama daftar klien yang berhubungan dengan Direktur Hans."Setelah menutup telepon, ia berdiri di depan jendela. Dari sana, cahaya lampu kamar Ken tampak jelas.Dua pria itu berhadap-hadapan dari kejauhan, tanpa suara, namun ombak besar bergolak di bawah permukaan.Pukul tujuh pagi, Adeline
Read more