All Chapters of TERJERAT CINTA SANG DUDA: Chapter 81 - Chapter 90

Gantari terkejut ketika Ainsley berbicara padanya di meja makan. Malam itu, lelaki bule itu menjemput sang istri yang tak pulang-pulang. Tugas luar kotanya yang awalnya direncanakan full dalam seminggu, bergeser jadwal ke bulan depan.“You will be very proud, Mom! Prabu's wife matches your expectations.” Kalimat itu membuat Gantari yang baru saja menambahkan beberapa potong sapi lada hitam ke piringnya, mendongak. “Apa yang papa maksud, Proud? Match?” Gantari menatap wajah lelaki paruh baya yang masih terlihat tampan itu. “Yes, Prita let her come to the office this morning, and she gave a brilliant idea in the meeting! Earlier, I was a little bit shocked, but after Prabu explained that she is a doctor from Edinburgh University, I was even more shocked.” Ainsley bicara dengan semangat. Gantari terpegun, ditatapnya lelaki yang dinikahinya sejak puluhan tahun lalu itu. Lelaki yang harusnya sudah renta, tetapi tetap terlihat sehat dan masih menyibukkan diri terlibat dalam urusan perus

Kay meletakkan cangkir kopi hitam di depan Prabu. Jehan baru saja berhasil ditidurkan. Beberapa waktu lalu, Kay memeluknya sambil memutarkan musik klasik. Dikecupnya kepala Jehan perlahan. Hati Kay terluka melihat sorot mata sendu yang Jehan pancarkan beberapa hari terakhir ini. “Kopi, Mas.” “Hmmm.” Prabu menoleh ke arah Kay. Sepasang netranya menatap lekat. Kay yang mengenakan pakaian rumahan andalannya, kaos oversize dengan celana pendek di atas lutut duduk pada sofa yang berseberangan dengan Prabu. “Gimana beritanya, sudah mulai redup?” “Belum, tim kesulitan karena beritanya sudah telanjur viral.” “Sabar ya, Mas.” Suara lembut Kay membuat Prabu menatapnya lekat. Prabu menarik napas panjang sambil melirik ke arah Kay. Sejak kejadian yang membuat nama keluarga Ainsley menjadi sorotan, Prabu Kembali meragukkan penolakan Kay padanya dua bulan lalu.“Dia berubah menjadi perhatian lagi, hmmmm.” Terlintas Kembali bayangan malam itu. Hari di mana, dia merasa sudah mendapatkan hati

Jehan sudah beberapa kali menguap. Kay mengantarnya ke kamar mandi untuk mencuci kaki dan menggosok gigi. Lalu setelahnya, Kay menidurkan Jehan. Dipeluknya tubuh mungil itu sambil Kay bacakan cerita yang akhir-akhir ini, ia sengaja cari dari laman web. “Lalu, si Kancil meminta buaya yang baru saja dilepaskan si kerbau, memperagakan kembali adegannya, buaya pun merangkak dan dibantu kerbau, tubuhnya kembali dihimpit batu besar. Nah, setelah buaya kembali terjepit, Kancil yang cerdik mengajak kerbau untuk pergi meninggalkan buaya yang tadi hendak memakan kerbau itu, sendirian. Buaya pun menyesal, kini dia terjebak kembali dan tak bisa lepas seperti awal. Nah, jadi … kita harus jadi orang yang tahu terima kasih. Jangan seperti buaya, sudah ditolong dan malah mau makan kerbau yang sudah menolongnya.” Mata Jehan sudah saling terkatup ketika Kay selesai membacakan cerita. Seiring dengan itu, suara derit pintu membuat Kay mendongak. Prabu muncul dan langsung merebahkan diri di samping Kay.

Kay mengerjap membuka mata, lengan kekar masih melingkar di pinggangnya. Di salah satu sisi, Jehan masih tertidur dengan lelapnya. Kay melirik ke arah lelaki yang sejak malam memeluknya itu. Dengkuran halus terdengar dengan ritme napas naik turun. Tak ada yang terjadi tadi malam, keduanya hanya menghabiskan waktu semalam untuk berpacaran. Wajah Kay bersemu kembali ketika ingat setiap adegan yang tak bosannya mereka ulangi. Pelan, Kay mengusap rahang tegas milik sang suami. Senyum terukir pada bibir mungilnya.“Terima kasih, Mas. Terima kasih sudah ada buat aku.” Kay menggumam dalam dada. Lalu melepas lengan kekar itu pelan-pelan. Kay duduk, membetulkan rambutnya yang berantakkan. Baru Kay hendak beringsut, tanpa diduga, Prabu menggeser tubuhnya lalu melabuhkan kepalanya ke pangkuan Kay. Rupanya usapan tangan Kay membuat kesadarannya menghampiri.“Masih pagi, Honey. Mau ke mana?” tanya Prabu sambil membenamkan wajahnya ke perut rata Kay. Embusan napasnya terasa hangat di perut Kay.K

Udara pagi yang segar bercampur dengan aroma embun yang masih melekat di dedaunan, memberikan suasana damai yang sulit ditemukan di kota. Kolam renang di halaman villa terlihat berkilauan diterpa sinar matahari yang baru saja menanjak di ufuk timur. Burung-burung berkicau di kejauhan, melengkapi harmoni pagi itu. Kay masih duduk sambil menatap riak kolam jernih yang tertiup angin pagi, damai.Sesekali Kay melirik ke arah sang suami yang sedang menelpon. Wajah Prabu tampak serius. Entah berbicara dengan siapa, Kay tak bisa mendengar percakapan mereka. Setelah beberapa lama, Prabu pun menyelesaikan panggilan teleponnya dan kembali menghampiri wanita kecilnya. Dia menarik kursi dan duduk, tanpa banyak basa-basi langsung meraih tangan Kay yang baru hendak menyuap pisang goreng ke mulutnya, Prabu pun menggigit sisanya.“Eeeh, Mas! Ini bekas loh.” Kay melotot kaget, tindakan Prabu sangat tiba-tiba.“Sengaja, biar manisnya nambah.” Prabu menjawab tak acuh, meski kalimatnya berisi gombalan,