All Chapters of Menjadi Istri Kesayangan Presdir Tampan: Chapter 81 - Chapter 90

Tatapan Arlo begitu dingin pada Disya. Dia diam dengan ekspresi wajah sangat menakutkan, menunggu sampai Disya kembali melangkah ke arahnya sebelum mengalihkan pandangannya pada Kepala Security.“Apa ada yang mau kamu sampaikan ke Manager Disya?” Suara Arlo terdengar begitu dalam dan penuh penekanan, bahkan tatapan matanya tajam dan begitu tegas.Disya tersentak sampai kedua pundaknya bergidik. Dia menoleh pada Kepala Security yang melirik ke arahnya.Melihat semua orang kembali diam, Disya memberanikan diri bertanya, “Maaf, Pak Arlo. Sebenarnya ada masalah apa saya dipanggil kemari?”Disya meremat jemarinya saat melihat tatapan Arlo semakin tajam dan semakin menyeramkan padanya. Dia tidak pernah melihat tatapan itu dari Arlo, bahkan di saat karyawan melakukan kesalahan yang membuat Atelier rugi, tatapan Arlo tidak seperti sekarang ini.Satu sudut bibir Arlo tertarik ke atas. Tanpa mengalihkan pandangan dari Disya, Arlo mengangkat tangan di udara dengan satu gerakan telunjuk memberi is

Arlo pulang ke penthouse saat langit sudah gelap. Dia melangkah masuk ke penthouse dan berpapasan dengan Ayudhia yang baru saja keluar dari dapur membawa secangkir kopi.“Kamu sudah pulang,” sapa Ayudhia dengan senyum manis di wajahnya.Sejenak Arlo menatap tanpa berkedip pada Ayudhia, tetapi detik berikutnya dia mengalihkan sekilas pandangan.Melihat Arlo yang tak membalas sapaannya, Ayudhia mengangkat cangkir di udara dan bertanya, “Apa kamu mau kopi juga?” “Ya,” jawab Arlo sambil mengangguk kecil, “aku mau ke kamar dulu,” imbuhnya.Ayudhia mengangguk sebelum kembali memutar tubuhnya ke arah dapur.Arlo hendak pergi ke kamar, tetapi tatapannya lebih dulu tertuju pada Theo yang duduk di ruang tengah sedang menonton televisi. Dia memutar arah langkahnya menghampiri Theo.“Bagaimana keadaan Ayudhia tadi?” tanya Arlo saat sudah berdiri di samping sofa.Theo langsung menoleh saat mendengar suara Arlo. “Aman, lagi pula Ayudhia tidak keluar dari penthouse sama sekali. Dia sibuk dengan gaun

Malam hari di penthouse.Ayudhia sedang berdiri di depan manekin. Tali ukur melingkar di lehernya, tatapannya tertuju ke detail gaun yang baru saja dia tambah manik-manik berbentuk daun sebagai pemanis, tangan kanannya memegang gunting kecil yang baru saja digunakan untuk memotong benang-benang yang mencuat dari manik atau kain.“Kamu belum tidur?”“Ya?” Suara Arlo mengejutkan Ayudhia. Dia membalikkan badan dengan cepat dan menatap ke arah Arlo berdiri.Awalnya, sikap Arlo biasa saja, tetapi saat melihat apa yang dipegang Ayudhia, tubuhnya tiba-tiba menegang, raut wajahnya berubah panik.Saat melihat ke mana arah pandangan Arlo, Ayudhia menoleh tangannya dan syok menyadari gunting masih di tangan. Ayudhia buru-buru meletakkan gunting itu, saat dia menoleh ke arah Arlo lagi, pria itu sudah lebih dulu meninggalkannya.“Apa yang kamu lakukan, Ayudhia.” Ayudhia melepas tali ukur dari leher, lalu bergegas melangkahkan kaki menuju kamar.Ayudhia masuk ke dalam kamar, tatapannya langsung ter

Ayudhia masih diam di meja makan setelah Theo pulang. Dia meremat jemarinya yang ada di atas meja, lalu menoleh ke pintu kamar. Ayudhia menghela napas kasar, lalu bangkit dari duduknya dan melangkah ke kamar. Begitu masuk ke dalam kamar dan siap naik ke ranjang, Ayudhia melihat kening Arlo berkerut dalam dan ekspresi wajahnya seperti ketakutan.Ayudhia beralih melangkah ke sisi ranjang Arlo, dia baru menyadari kalau Arlo berkeringat sangat banyak.“Arlo,” lirihnya memanggil tetapi tidak ada reaksi.Ayudhia mengulurkan tangan untuk menyentuh tangan Arlo, dan alangkah terkejutnya dia merasakan tubuh suaminya itu sangat panik.“Bagaimana ini?” Ayudhia menoleh ke kanan dan kiri mencari sesuatu dengan wajah panik.Ayudhia kembali keluar dari kamar dengan segera. Dia mengambil air dingin dari dalam lemari pendingin lalu menuangkannya ke baskom kecil. Tak lupa Ayudhia juga mengambil kain bersih dari lemari begitu kembali di kamar.Ayudhia dengan perlahan mengelap keringat yang memenuhi wajah

Setelah sarapan.Ayudhia ikut berdiri saat Arlo bangkit dari duduk untuk pergi bekerja. Bahkan Ayudhia mengikuti langkah Arlo menuju pintu utama.Menyadari kalau Ayudhia mengikutinya, Arlo menghentikan langkah dengan cepat sampai Ayudhia menabrak punggungnya.“Akh,” pekik Ayudhia sambil memegangi kening.Arlo membalikkan badan dan melihat Ayudhia yang langsung tersenyum ke arahnya walau setelahnya kembali meringis.“Kenapa mengikutiku?” tanya Arlo.Dengan senyum begitu lebar, Ayudhia menjawab, “Mengantarmu sampai ke pintu.”Menaikkan satu sudut alisnya setelah mendengar jawaban Ayudhia, Arlo kembali bertanya, “Kenapa?”Semakin melebarkan senyumnya, Ayudhia membalas, “Bukankah biasanya istri mengantar suaminya sampai depan rumah saat mau bekerja?”Sadar kalau sudah asal bicara, Ayudhia langsung melipat bibir dengan tatapan canggung.“Istri? Suami?” gumam Arlo pelan. Senyum samar nyaris tak terlihat berhias di bibirnya. “Aku berangkat dulu,” ucap Arlo pada akhirnya.Ayudhia mengangguk-an