Malamnya di rumah, Gio duduk di kursi dengan lampu remang. Televisi menyala tanpa suara. Di meja, segelas kopi dingin. Ia menatap kosong ke jendela, mendengar suara hujan yang sama seperti tadi sore. “Kalau gue salah menilai…” gumamnya lirih, “…kenapa rasanya sakit sekali?”Ia mengusap wajahnya, lalu menunduk.Di antara semua keraguan, satu hal tetap pasti meski ingin marah, meski ingin menjauh, hatinya tetap berputar pada satu nama.Alma.***Langkah Alma terdengar pelan di lorong saat jam pulang. Rian baru keluar dari ruangannya, dan tanpa sengaja mereka berpapasan. Alma menunduk, berjalan cepat, payung kecil di tangannya. Rambutnya sedikit berantakan, wajahnya pucat.“Alma.”Rian memanggil pelan.Gadis itu berhenti, tapi tidak menoleh. “Gue buru-buru, Rian.” Suaranya serak, hampir pecah.Rian menelan ludah. Dia bahkan nggak mau menatapku. “Gue tahu… gosip itu bikin lo susah,” ucap Rian hati-hati. “Tapi, percayalah, gue nggak pernah sebarin apa pun. Semua itu jebakan.”Alma menoleh
Terakhir Diperbarui : 2025-09-18 Baca selengkapnya