บททั้งหมดของ SELINGKUH DENGAN ISTRIKU: บทที่ 91 - บทที่ 100

Bara terlihat sangat sibuk mengurusi perusahaan. Ia bahkan tampak kusut—dasi terlepas, lengan baju digulung. Namun tetap saja ada kesan gemas ketika bagian depan rambutnya yang sedikit panjang dijepit dengan jepitan milik Nola, anaknya. “Lihat Pak Bara, gemes nggak tuh?” ucap salah seorang staf yang tak sengaja melihat Bara melintas saat baru saja membuat kopi. “Lucu banget, itu jepitan anaknya,” timpal staf lain. “Biar udah gitu, masih ganteng, padahal udah kusut banget,” sahut yang lain. “Eh, tapi… nggak nyangka ya, ternyata Dona itu istrinya dia. Kalian ingat kan pertama kali Pak Bara datang ke sini, waktu baru pulang dari Amerika?” “Ingat lah, dia kelihatan banget sih single. Tapi siapa sangka, eh ternyata plot twist banget—udah ada istri cantik, mana seksi lagi.” “Iya, kirain istri dia itu dari Amerika juga, tapi ternyata lokal.” “Lokal sih, cuma speknya kayak model. Padahal udah punya anak satu. Lah kita?” “Hahaha…” Bara kemudian menghubungi Dona saat ia merasa

“Mana mungkin dia bilang kamu istrinya, tapi kamu nggak kenal orang tuanya? Kamu itu sudah bersuamikan Rangga, kan?” tuduh Ibu Bara, sambil meraih tangan Dona seolah lembut padahal mencengkeram. “Da-darimana Ibu tahu?” tanya Dona, air mata mulai menetes. “Aduh... kamu itu ditipu anak saya. Dia playboy, pemain wanita. Dia sudah beristri. Kamu masih ingat perempuan yang datang ke kantor waktu itu? Yang sampai diusir oleh Bara? Ya, dialah istri sahnya. Bukan kamu,” bisik Ibu Bara tajam, seakan mengiris hati. Dona membeku, wajahnya pucat, air matanya jatuh tak tertahan. “Kamu cuma dipermainkan sama Bara. Dia memang suka bermain perempuan... dan saya datang ke sini untuk menyelamatkan kamu,” ucap Ibu Bara, menutup kalimatnya dengan senyum penuh racun. “Bara melakukan segala cara agar mendapatkan korban baru. Dia nggak peduli wanita itu punya anak atau tidak,” ucap Ibu Bara dengan suara penuh amarah yang tertahan. “Bara, anak saya, punya kelainan seksual. Dia menyukai istri orang

“Kamu akan menyesal nanti!” ucap ibu Bara, meraih tasnya dengan kasar. Ia sempat menjatuhkan tas milik Dona ke lantai dengan keras sebelum berjalan menuju pintu yang terbuka. “Bara… Papa boleh pamitan sama Nola?” tanya ayahnya lirih. Bara menarik napas dalam-dalam, lalu beranjak ke kamar tidur. “Daddy?” ucap Nola ceria begitu melihat ayahnya masuk. “Sayang, Opa mau pamitan pulang.” Bara tersenyum sambil menatap anak dan istrinya penuh haru. Nola segera berlari kecil menuju ayah Bara yang berdiri di depan pintu keluar. “Opa!” serunya sambil memeluk erat. “Opa mau pulang?” tanya Nola sambil tersenyum manis. “Iya, Opa pulang dulu ya. Nola baik-baik di rumah,” ucap ayah Bara. Senyum tetap mengembang di wajahnya, tapi air matanya jatuh begitu saja. “Nanti Opa main kesini lagi, ya,” ucap Nola sambil tersenyum dan mencium punggung tangan ayah Bara. “Pasti, pasti Opa kesini terus,” ucap Ayah Bara sambil mencubit pipi Nola dan tersenyum Lalau melambaikan tangannya pada Nola.

Dona sudah berada di perjalanan menuju kantor suaminya. Entah mengapa ia merasa berdebar, seolah ada ketakutan yang menghampiri. “Semoga aja dia nggak marah,” ucap Dona saat baru saja tiba di sana. Ia terlihat sangat cantik dengan mini dress yang ia gunakan, dan sepatu berwarna coklat muda model Stiletto. “Selamat datang, Ibu Dona,” ucap sekuriti dan resepsionis bersamaan. “Pagi... permisi ya,” balas Dona sambil tersenyum ramah dan melangkah tegap membawa tas bekal milik suaminya juga tas kertas berisi tiga toples cookies buatannya menuju lantai 14. Di dalam lift, mendadak ingatannya melayang pada momen pertama kali bertemu Bara, ketika pria itu memeluknya di saat ingatannya belum kembali. “Jadi malu sendiri...” gumam Dona, pipinya bersemu merah saat mengingat masa indah itu. Setiba di lantai 14, Dona kembali disapa oleh staf yang berpapasan dengannya. Ia dengan ramah membalas, tak lupa senyum tulus ia bagikan. “Istri CEO, rapi ramahnya minta ampun.” “Bener. Udah can

“Aah… Mas… aku mau keluar… cepet… aaah!” “Ah, aku juga, Sayang… tahan sebentar… sedikit lagi… ahhh, ahhh!” Bara menghentaknya makin dalam, hingga cairan panas itu tumpah deras, bercampur dengan desahan liar mereka. Tubuh Dona ambruk di atas sofa, napasnya tersengal, sementara Bara segera menariknya ke dalam pelukan erat. Bibir mereka saling melumat rakus, lidah bertautan, seolah enggan melepaskan. “Mas… kira-kira suara kita kedengeran sama staf kamu nggak, ya? Aku tadi teriaknya kayak orang gila… ah,” Dona menyeringai nakal, membiarkan tubuh polosnya dipandang habis-habisan. “Kamu istri aku, Sayang. Suara kamu kedengeran atau nggak, aku justru bangga punya istri yang bisa teriak sekenceng itu di pelukan aku,” Bara menyeringai, lalu menunduk lagi, menggigit lembut dada Dona hingga ia melengkung manja. “Aku malu keluar dari ruangan kamu… apalagi kalau bekas kita kelihatan di sofa ini,” ucap Dona manja, sambil mengusap bibirnya yang basah. “Justru aku pengen semua orang tahu,