“Aku tidak akan membiarkanmu mengambil lagi semua yang hampir jadi milikku,” batin Natan, rahangnya mengeras menahan emosi. Sementara Satya, yang duduk tegap dengan satu tangan di saku celana, hanya membalas tatapan itu tanpa banyak ekspresi. Sorot matanya dingin, dalam, tak terbaca. Sama sekali tidak terpengaruh oleh sindiran adiknya. Bagi Satya, ucapan Natan hanyalah angin lalu, meski di balik wajah datarnya, ada rasa jenuh, lelah, dan dendam yang membara, bukan pada Natan... melainkan pada dirinya sendiri dan masa lalu yang belum selesai. Natan melanjutkan ucapannya, kali ini sedikit lebih keras, seolah ingin memastikan semua orang di ruang rapat mendengar: “Lama sekali ya, Kak, mengasingkan diri... sampai-sampai banyak yang mengira kamu sudah tidak akan kembali ke sini.” Beberapa direksi berpandangan satu sama lain, suasana rapat mendadak tegang. Ada yang menarik napas panjang, ada pula yang pura-pura sibuk menunduk mencatat. Satya tetap diam, hanya menggeser pandanganny
Last Updated : 2025-09-05 Read more