All Chapters of Sentuh Aku Seperti Kau Milikku: Chapter 51 - Chapter 60

Valesco ArdenNama itu sering Nadine dengar.Di seminar, di berita, bahkan di konferensi medis internasional yang secara aneh membicarakan sumbangan filantropis besar dari "anak konglomerat bermasalah" begitulah orang menyebutnya.Sudah jadi rahasia umum jika Valesco Arden memiliki masalah dengan mentalnya namun tak ada satupun yang berani berbicara dengan lantang karena dialah sang pewaris keluarga ArdenMeskipun memiliki emosi yang tak stabil, pria itu tetap dipuja-puja oleh para penjilat yang haus akan kekuasaan.Tak ada yang benar-benar bisa menggambarkan sosok Valesco Arden. Nadine bahkan kesulitan membaca emosi dari pria yang kini duduk beberapa meter darinya.Tenang, tampan, nyaris memesona… dan mengancam akan membunuhnya.“Kau mencabik-cabik seorang pelayan?” tanyanya pelan.Napas Nadine tak berubah, setidaknya di permukaan. Namun detak jantungnya berdetak lebih keras. Ia melirik ke arah tombol darura

Valesco menyetir dalam diam. Tapi tangannya tetap menggenggam tangan Leah  dan membawa ke pangkuannya, bahkan saat mobil menepi di lampu merah Valesco sempat mencium punggung tangan tersebut.Tak ada musik. Hanya suara detik jam digital dan hembusan AC.Leah menatap jendela, melihat pantulan wajahnya sendiri. Wajah itu tampak asing. Pucat. Bibirnya seperti dicat oleh kebohongan dan rasa takut. Tapi ia tidak menangis. Ia hanya… kosong.Begitu mobil memasuki halaman rumah, Valesco langsung turun dan membukakan pintu untuknya. “Hati-hati, jangan sampai keseleo” gumamnya lembut.Senyum Leah terangkat sejenak. Refleks. Seperti boneka yang terprogram.Mereka masuk ke dalam rumah. Valesco melepaskan dua kancing teratas kemejanya, melempar kunci mobil ke sofa, lalu mengait lengan Leah.“Kau ke kamar duluan, ya. Aku mau ambil air.”Leah mengangguk dan melangkah menaiki tangga. Pelan-pelan. Setiap langkah ter

Cahaya matahari menembus tipis tirai jendela, menciptakan guratan keemasan di lantai kamar. Udara pagi masih terasa dingin, tapi tubuh Leah sudah lebih dulu dingin karena lelah, karena bingung dan juga karena takut.Begitu kesadaran datang padanya, rasa pegal yang luar biasa mulai terasa. Tubuhnya kaku. Pinggangnya nyeri dan bagian bahunya sakit, seperti habis ditindih beban berat sepanjang malam.Dan memang begitulah kenyataannya.Valesco tidur diatasnya, menindih seluruh tubuhnya. Pria itu memeluk Leah dengan sangat erat seolah jika ia tak memeluk Leah sepanjang malam, dunia akan runtuh esok pagi.Bukan hanya tubuhhnya yang kaku tetapi bagian lain juga.Leah menggerakkan tangannya, menyentuh bibir bawahnya.Kebas.Seperti mati rasa karena ciuman yang terlalu lama, terlalu menuntut, terlalu dalam… dan terlalu banyak tekanan emosi yang terselip di dalamnya.Ia menarik napas panjang, lalu bangkit perlahan. Suara tulang pu

Perjalanan panjang di udara akhirnya berakhir setelah lebih dari sebelas jam mengarungi langit Eropa. Pesawat jet pribadi Arden Corporation mendarat mulus di Bandara Internasional Leonardo da Vinci – Fiumicino, Roma, pada pukul 07.12 waktu setempat.Cuaca di luar tampak cerah, langit biru pucat menyambut kedatangan mereka bersama aroma khas musim panas di Italia. Kering, wangi aspal hangat, dan samar-samar menguapnya embun pagi dari pepohonan zaitun yang tumbuh di sekitar landasan. Bandara Fiumicino masih terlihat lengang pagi itu, hanya lalu lintas ground handling dan beberapa pesawat maskapai komersial yang baru saja tiba dari Asia yang terlihat di kejauhan.Begitu roda pesawat menyentuh landasan dan suara gesekan halus terdengar di bawah mereka, Leah terbangun pelan dari kantuknya. Ia sudah tertidur hampir separuh penerbangan, dibalut kehangatan selimut wol putih yang ditarik Valesco hingga ke dadanya, dan musik klasik instrumental yang disetel kecil di kabin.

Lorong hotel terlalu terang. Lampu gantung kristal memantulkan cahaya ke marmer putih yang licin seperti es, membuat langkah Valesco terasa seperti bergerak di dalam istana yang dingin.Langkahnya tenang, tapi pikirannya tidak.Ia menyentuh pergelangan tangan, aroma Leah masih menempel di kulitnya. Manis dan bersih, seperti aroma pertama pagi hari.Tapi sekarang, yang harus ia hadapi adalah sesuatu yang jauh dari itu.Sesuatu yang kotor. Politik keluarga. Perintah dari Kenneth Arden.Begitu mencapai Restoran Le Sorelle, seorang pelayan pria membungkuk dalam.“Selamat datang signore. Madam sudah menunggu.”Valesco hanya mengangguk singkat. Tidak ada senyum, tidak ada basa-basi. Kemeja putihnya masih sama seperti saat bersama Leah, hanya kini dilapisi coat hitam tipis dari Louis Vuitton. Tubuhnya bagaikan perisai. Tegap. Tapi lelah. Sangat lelah.Begitu ia melangkah masuk ke dalam ruangan privat bernuansa emas dan han