Pintu obsidian raksasa itu menjulang di hadapan Rayden, bukan sebagai gerbang, melainkan sebagai sebuah akhir.Akhir dari pendakian yang meremukkan jiwa, akhir dari penantian sepuluh tahun. Napasnya yang tadinya menderu di telinga, kini dipaksanya menjadi alunan yang tenang dan dalam. Di baliknya, aura Brahma menanti. Bukan lagi ombak yang menghantam, melainkan samudra yang membisu, menyimpan kedalaman yang mustahil diukur.‘Inilah saatnya.’ Pikiran itu bergema di benaknya, bukan dengan api amarah, tapi dengan kejernihan es.Semua keraguan telah terbakar habis di tangga terkutuk tadi. Ia mengangkat tangan, merasakan hawa dingin yang merayap dari permukaan pintu bahkan sebelum jemarinya menyentuh."Aku di sini, Brahma," bisiknya pada keheningan, sebuah proklamasi untuk dirinya sendiri.Tangannya menempel. Permukaan yang terasa sekeras berlian itu beriak seperti air yang disentuh. Tidak ada suara engsel, tidak ada derit batu. Obsidian itu melebur menjadi bayangan cair, mengalir ke dindi
Last Updated : 2025-08-18 Read more