All Chapters of PEMBALASAN DENDAM ZENITH: Chapter 21 - Chapter 30

Perjalanan dari Rose Hills menuju Distrik 5 terasa seperti melintasi dunia yang berbeda. Mobil mewah itu melaju dengan tenang melewati jalanan yang lebar dan bersih, diapit oleh mansion-mansion megah bergaya kolonial yang tersembunyi di balik pagar tinggi dan taman-taman yang rimbun. Ini adalah kawasan "old money" Rose Valley, tempat di mana kekuasaan tidak dipamerkan dengan gedung pencakar langit yang angkuh, melainkan dengan keanggunan yang abadi dan pengaruh yang tak terlihat.Di dalam mobil, Rossa tetap menggandeng tangan Clive, sebuah gestur yang tidak ia sadari. Bagi Clive, genggaman hangat itu adalah sebuah jangkar. Itu sedikit mengingatkannya pada masa lalu, di mana Rossa yang lebih pemberani selalu menariknya untuk ikut dalam petualangan-petualangan kecil mereka di taman. Sebuah tarikan lembut yang membawanya kembali ke masa ketika dunianya masih utuh dan penuh tawa. Clive hanya tersenyum tipis, membiarkan kehangatan itu menjalar, sebuah kemewahan yang telah lama i

Setelah mengakhiri panggilannya dengan Nelson, Clive menyerahkan ponsel itu kembali pada Rossa, tatapannya dingin dan penuh perhitungan. "Tetaplah di lantai dua bersama Paman dan Bibi. Tidak perlu turun, apa pun yang terjadi."Tanpa menunggu jawaban, ia berbalik dan mulai menuruni tangga utama yang megah itu, setiap langkahnya terasa berat dan disengaja. Ia tiba di lobi, mendorong pintu kayu ek yang berat itu hingga terbuka, dan melangkah keluar ke halaman depan yang disinari cahaya sore.Lima belas pria berbadan tegap dan besar langsung mengalihkan perhatian mereka padanya. Mereka berhenti menggedor pintu, menatap Clive dari atas ke bawah dengan tatapan merendahkan."Selamat sore, tuan-tuan," sapa Clive dengan suara yang tenang, kontras dengan suasana yang tegang. "Ada keributan apa ini? Apa ada yang bisa saya lakukan untuk kalian?"Pemimpin mereka, si pria kecil dengan tatapan paling tajam, melangkah maju. "Siapa kau? Sepertinya kau bukan dari k

Setelah terpental dan menghancurkan bangku batu, Breaker bangkit dengan geraman rendah. Debu dan serpihan batu berjatuhan dari mantelnya. Ia menatap kedua lengannya yang bergetar dan memar, lalu menatap Clive dengan tatapan yang sama sekali baru. Rasa meremehkan itu telah lenyap, digantikan oleh kewaspadaan seorang predator yang bertemu dengan predator lain yang tak terduga."Aku akui aku salah menilaimu, bocah," katanya sambil meregangkan lehernya hingga berbunyi KRAK. "Kau punya taring."Saat ia berbicara, aura biru di sekelilingnya mulai bergolak hebat. Warna biru itu perlahan memudar, digantikan oleh cahaya merah pekat yang membara, seolah ada tungku api yang menyala di dalam dirinya. Suhu di halaman itu seketika naik beberapa derajat."Tapi taringmu tidak cukup tajam untuk kulitku!" raungnya. Kini, ia diselimuti oleh Red Tension, aura petarung murni yang meningkatkan kekuatan fisik dan daya tahan secara eksponensial.Clive melihat aura merah

Sebuah suara serak yang dingin berbisik dari dasar jurang jiwanya, menarik Clive dari kegelapan."Hahahaha... sedikit lagi... Sedikit lagi dan aku akan mengambil alih tubuhmu ini, bocah. Kau hampir memberikannya padaku kemarin."Clive terbangun dengan sentakan hebat, napasnya tersengal seolah baru saja berlari sejauh sepuluh kilometer. Jantungnya berdebar kencang di dalam dada. Ia terduduk di atas ranjang yang empuk, diselimuti oleh kegelapan kamar yang asing. Keringat dingin membasahi pelipisnya. Bukan keringat karena kelelahan fisik, tapi keringat dari pertarungan internal yang baru saja ia menangkan dalam tidurnya.Suara itu lagi, batinnya, rasa dingin yang menjijikkan merayapi tulang punggungnya. Semakin sering aku menggunakan kekuatanku sampai ke batas, semakin jelas ia terdengar. Semakin kuat ia mencoba untuk keluar.Ia memegang kepalanya yang terasa sakit, bukan sakit karena pusing, tapi sakit yang dingin dan menusuk. Saat itulah pandangann

Setelah makan siang dan istirahat yang memulihkan, Clive merasa energinya kembali terisi penuh. Rasa lelah yang menggerogoti tulangnya telah lenyap, digantikan oleh kejernihan dan fokus yang tajam. Sebelum memulai aktivitasnya sore itu, ia kembali ke taman belakang yang sunyi. Ia duduk bersila di bawah pohon ek tua yang sama, memejamkan mata, dan mulai bermeditasi.Ini bukan lagi meditasi untuk menenangkan amarah, melainkan untuk menyerap dan menghimpun. Ia bisa merasakan energi kehidupan dari setiap helai rumput, setiap kelopak bunga, dan setiap akar pohon di sekelilingnya. Ia menarik energi alam itu dengan lembut, membiarkannya mengalir ke dalam dirinya, mengisi kembali cadangan Tension Hijau-nya yang terkuras habis kemarin. Baginya, ini seperti mengisi kembali kantung air di sebuah oasis setelah melintasi gurun yang panjang.Saat ia selesai dengan meditasinya selama hampir tiga puluh menit, ia membuka mata. Pemandangan pertama yang ia lihat adalah Nelson yang su