All Chapters of Suamiku ternyata seorang Intel: Chapter 21 - Chapter 30

"Kenapa Mas Arga diem aja? Kenapa Mas Arga ngga jawab pertanyaan aku?" tanya Vita dengan suara bergetar. Matanya kini tampak berkaca-kaca. Ia menahan sekuat mungkin agar tangisnya tidak pecah di hadapan suaminya.Arga menatap istrinya dengan tatapan kosong."Kamu tahu dari mana Miss X itu?" tanyanya dengan suara lirih."Apa pentingnya aku tahu dari mana? Mas Arga cuma cukup jawab pertanyaan aku! Siapa itu Miss X?!" seru Vita. Untuk pertama kalinya ia berbicara dengan suaminya menggunakan nada tinggi.Arga menghela napas panjang. "Kamu sabar dulu dong sayang, jangan marah-marah dulu," ucapnya mencoba menenangkan istrinya."Aku dari tadi udah coba sabar ya, tapi Mas Arga malah keliatannya kayak ngga ada niatan buat jelasin ke aku yang sebenarnya," balas Vita tajam. Arga dengan cepat menggelengkan kepalanya. "Ngga gitu sayang. Tapi masalah ini emang lumayan sensitif. Jujur aku juga bingung mau jelasin dari mana," balasnya dengan suara lembut. Vita memejamkan matanya sejenak. Ia mencoba

"Ada urusan apa datang ke sini?" tanya Vita dengan suara lirih. Saat ini ia sedang duduk berhadapan dengan Arga dan seorang perempuan yang duduk di samping suaminya.Desta menyentuh tangan Vita yang duduk di sampingnya."Ada tamu dateng ngga kamu buatin minum?" tanyanya seolah memberi tahu walaupun sedang marah ia harus tetap bersikap sopan kepada tamu yang datang.Vita menghela napas pendek sebelum akhirnya mengangguk. Ia kemudian berdiri dari sofa, dan berjalan menuju dapur. Langkahnya terasa sakit saat harus meninggalkan suaminya berdampingan dengan perempuan lain.Mereka mau ngapain sih? Atau jangan-jangan mau izin buat menikah? tanya Vita dalam hati. Namun ia kemudian menggelengkan kepalanya untuk menghilangkan pikiran buruk itu. Di dapur selama beberapa saat Vita hanya diam sambil menatap kedua cangkir yang sudah ia ambil. Ia kini benar-benar mencoba berpikir sepositif mungkin saat melihat suaminya pulang membawa seorang perempuan yang tidak ia kenal."Tapi gimana aku bisa teru

"Maaf kalau kamu ngerasa bosen di rumah sendirian. Mas cuma bingung harus gimana lagi, karena mas udah bilang yang sejujurnya sama kamu," ucap Arga lembut. Ia mendekat ke arah istrinya yang tampak kesal. "Mas harus gimana lagi biar kamu ngga marah terus?" tanya Arga tidak menyerah. Vita menarik napas panjang. Ia kini mengubah posisinya menjadi duduk, sehingga ia bisa menatap wajah suaminya dengan lebih jelas. "Aku pengin kerja lagi. Aku ngga mau ada di rumah terus!" ucap Vita dengan lantang. Arga sontak menaikkan sebelah alisnya. Ekspresi heran jelas tergambar di wajahnya. "Kenapa tiba-tiba kamu pengin kerja?" tanyanya hati-hati. "Aku kan udah bilang tadi, kalau aku capek di rumah terus!" balas Vita dengan nada ketus. Arga menghela napas pendek. Ia menatap istrinya dengan tatapan tulus. "Kan mas nyuruh kamu jadi ibu rumah tangga bukan berarti kamu harus di rumah terus, sayang. Kalau mas lagi kerja, kamu bisa aja jalan-jalan atau belanja," ucapnya lembut berusaha member

Vita menatap halaman depan rumah baru itu dengan pandangan kosong. Dari luar bangunan tersebut memang terlihat rapi dan nyaman, namun hatinya masih terikat dengan rumahnya yang lama. "Kenapa diem disitu? Sini masuk," panggil Arga sambil melangkah lebih dulu dan menenteng beberapa barang bawaan. Vita terdiam sejenak sebelum mengangguk pelan. Dengan langkah hati-hati, ia menyusul suaminya masuk. Begitu melewati ambang pintu, pandangannya langsung disambut ruangan yang penuh dengan kardus, koper, dan tumpukan barang dari rumah lama. Arga sudah sibuk berjongkok di lantai sambil membuka koper dan menyusun barang satu per satu. Napasnya sedikit memburu dan kaosnya basah di bagian punggung. Sementara itu Vita hanya berdiri kaku di ambang pintu ruang tengah. Perlahan perasaan iba menyelinap di hatinya melihat Arga yang terus bergerak tanpa mengeluh. Akhirnya ia menarik napas dalam dan mencoba menyingkirkan rasa enggan yang masih tersisa. Perlahan ia melangkah mendekat, berniat ikut mem

Malam ini Vita sibuk menata makanan yang baru saja ia pesan lewat aplikasi. Sebenarnya ia lebih suka memasak makanan sendiri. Namun mengingat misi penting yang tengah ia emban diam-diam, ia memilih mengesampingkan ketidaksukaan itu untuk sementara.Vita sekarang sedang duduk manis di meja makan sambil menyantap makanan tersebut tanpa menunggu Arga turun dari kamar. Ia sengaja menjaga jarak dari suaminya itu, agar ia bisa memikirkan dengan matang rencana yang akan ia lakukan.Tak berselang lama, Vita mendengar bunyi langkah dari arah tangga. Sudah dipastikan kalau itu berasal dari suaminya.Arga perlahan melangkah mendekat, tatapannya tak lepas dari sosok istrinya yang duduk anggun di depan meja makan. Lampu gantung di atas meja menyorot wajah Vita, membuat ekspresinya semakin jelas terlihat.Wajah yang semula tegang dan penuh perhitungan, kini berubah ceria. Senyum tipis merekah di bibir Vita. Senyum yang bagi orang lain mungkin terasa menenangkan, tapi tidak bagi Arga.Arga merasakan