"Pak Karyo, maaf ganggu."Maya berdiri di pinggir taman, satu tangan memegang gelas berisi jus jeruk dingin, satunya lagi bernaung di atas dahi untuk menghalangi sinar matahari yang semakin terik. Pukul 10 pagi, dan matahari Jakarta sudah terasa seperti menembus kulit.Pak Karyo menghentikan kegiatannya—memangkas semak bunga melati yang tumbuh terlalu liar—dan berbalik. "Bu Maya," sapanya, mengangguk hormat. "Ada apa ya, Bu? Ada yang bisa saya bantuin?"Maya memperhatikan bagaimana mata Pak Karyo sekilas menyapu tubuhnya—dari atas ke bawah, begitu cepat hingga hampir tidak terlihat, tapi cukup lama untuk membuat hangat menjalar di wajah Maya."Saya bawain jus nih," kata Maya, mengangkat gelasnya. "Panasnya minta ampun ya."Pak Karyo tersenyum, menerima gelas yang ditawarkan Maya. "Wah, terima kasih banyak, Bu Maya."Maya melihat leher Pak Karyo bergerak saat menelan jus jeru
Last Updated : 2025-10-20 Read more