All Chapters of Waspadalah, Nyonya Tak Sudi Lagi Ditindas: Chapter 111 - Chapter 120

Ada banyak orang di sini, dan nona Wang bicara begitu keras. Kalau kata-katanya sampai tersebar, takutnya Jieyu akan kehilangan reputasi bahkan sebelum upacara jepit rambutnya. Padahal ibunya sudah berencana meminta nyonya Xie menjadi pemimpin acara. "Nona Wang bicara begitu banyak, sebenarnya buat apa?" Jieyu menatap lawan bicaranya tanpa gentar. Sejak dulu dia orang yang blak-blakan. Hanya karena anjuran ibunya, mengurangi sifat emosionalnya sedikit. Namun bukan berarti setiap orang bebas menginjak kepalanya. "Kalau anda mau bertanding, sebutkan saja. Tak perlu saling menjelekkan di sini. Kalau mau jujur, keluarga Wang anda juga tidak sebaik itu.""Prok, prok, prok!"Suara tepukan beruntun, membuyarkan perdebatan sengit para nona muda. Mereka semua menoleh hanya untuk melihat bahwa Zhou Haowen, Cao Ping, Chen Haoran, Fang Lei, dan Fang Hui sedang mengamati. Dua pemuda terakhir mungkin bukan apa-apa tetapi tiga yang pertama adalah pemuda paling top ibu k

Alih-alih menjawab, semua orang justru kompak bertepuk tangan, meneriakkan nama Jieyu. Situasi tak berpihak padanya, nona Wang lekas meninggalkan tempat acara. Belum jauh kakinya melangkah, beberapa tuan muda menghadang. "Nona Wang terlihat buru-buru. Apakah punya niat mau mangkir?" ujar Zhou Haowen. Sosok tinggi dengan pakaian gelap membuat aura Haowen semakin kuat. Walau seumuran, nona Wang agak terintimidasi. "Mangkir apanya? Aku hanya mau duduk.""Itu bagus. Nona Chu masih menunggumu menyajikan teh."Cao Ping yang juga berdiri di sana, memanggil pelayan kepercayaannya. "Ambilkan teh di kereta. Sepertinya masih ada Oolong di sana.""Teh yang disajikan nona Wang pasti berbeda rasanya," tambah Chen Haoran. Orang-orang ini begitu tak sabar melihat kejatuhannya. Nona Wang hampir menangis. Sapu tangan sutra jadi gumpalan bola di tangannya. Jieyu sudah duduk bersama rekan-rekannya. Xie Wan Qing adala

Ling Jun paling benci kalau ada yang memuji ibu tirinya. Wanita itu adalah penyebab kehancuran mereka. "Apa yang susah? Hanya mencampur buah dengan gula.""Tuan Chu berkata begitu, seolah mampu membuat sesuatu." Cao Ping meletakkan cangkirnya agak keras. "Hanya bisa merendahkan tanpa punya kontribusi, itu munafik namanya."Wajah Lin Jun mendadak suram. Kalau bukan karena sepupu kaisar, wajah Cao Ping sudah ditamparnya. Di kediaman perdana menteri, dia adalah permata berharga. Kapan orang memperlakukannya seperti ini? "Sepupu, apa tidak mau mencoba ayam panggang ini? Rasanya sangat enak." Changming berusaha mencairkan suasana. Lin Jun mendengus saja. Mana pantas anak pedagang bicara begitu santai dengannya? Untuk sesaat suasana jadi canggung hingga pintu ruangan terbuka. Tampaklah Zhou Haowen bersama pemuda sederhana yang bicara dengan tuan Zhou di lantai bawah. "Sudah sampai dimana cerita kalian?" Dia duduk di sebel

Pada hari pelaksanaan ujian, semua peserta duduk di balai pertemuan agung. Dibatasi oleh dinding tipis dan sebuah meja berkaki rendah di depan mereka. Empat harta karun pelajar berjejer rapi. Sebelum memulai ujian, para peserta diberi kesempatan untuk menggerus batu tinta sendiri. Para tuan muda agak kewalahan. Tugas remeh begini biasanya dikerjakan pelayan. Tatapan mereka memelas mohon bantuan tetapi para pengawas bergeming. Ketika sudah tiba waktu yang ditetapkan, seorang pejabat maju memberi pengumuman. "Babak pertama akan dimulai. Pada tahap ini, kalian akan menjawab pertanyaan yang sudah disediakan panitia. Waktunya setengah shi chen."Semua peserta bergegas membuka kertas ujian. Materi yang diujikan relatif mudah karena sejak usia dini mereka sudah diajari kitab-kitab orang bijak juga sejarah dan sastra. Waktu yang disediakan masih banyak, tetapi beberapa orang sudah menyelesaikan soal. Dalam hal ini, panitia memberi kesempatan untuk istirahat di ruang tunggu sampai semua p

Hampir dua bulan berlalu sejak ujian kekaisaran, kediaman perdana menteri masih jadi perbincangan hangat. Tokoh yang dulu begitu hebat, jatuh dalam semalam karena melahirkan putra yang salah. Orang menjadikan Lin Jun sebagai contoh agar anak-anak mereka jangan sampai membawa aib bagi keluarga. Orang yang paling murung di xiangfu adalah nyonya tua. Siang ini suara pecahan porselen kembali terdengar di paviliun An Ning. "Kurang ajar! Begitu anakku tertimpa masalah, orang-orang ini sungguh tak sabar menginjak."Permintaan nyonya tua untuk satu set peralatan minum porselen edisi terbatas, lagi-lagi ditolak. Hal ini belum pernah terjadi. Undangan ke perjamuan juga sama. Sudah ada lima pesta sejak insiden ujian, tapi tak satu undangan pun sampai ke xiangfu. Nyonya tua yang sudah terbiasa mendapat sorotan, jadi patah semangat. "Kalau terus begini, keluarga Chu kita akan dilupakan orang.""Bukankah semuanya karena cucu ke