All Chapters of Legenda Pendekar Biru: Chapter 841 - Chapter 850

Ki Paring dan Ki Karni adalah pendekar sakti, sedangkan Tabib Sandia hanya tabib biasa yang memiliki kanuragan seadanya.Dia berlatih kanuragan hanya untuk melindungi diri sendiri, sehingga tidak mempelajarinya terlalu dalam.Namun meski begitu, teknik bertarung serta energi tenaga dalam tabib Sandia cukup membuat Lintang terkejut di mana kakek tua tersebut memiliki dua inti energi yang merupakan manusia langka yang jika tabib Sandia mau, dia bisa menjadi pendekar tanpa tanding penguasa dunia persilatan.Akan tetapi kakek tua tersebut entah mengapa tidak menjadi pendekar sakti dan malah mendalami ilmu tabib, membuat Lintang sangat keheranan.Mendapati tabib Sandia akan terpojok, Lintang dan Jinggo yang terluka terpaksa kembali turun tangan hingga keduanya masuk ke dalam pertarungan.Dengan dahanan kayu yang masih di bawanya, Lintang bersama Jinggo membantu tabib Sandia mengecoh formasi pertahanan musuh.Sampai pada akhirnya, tabib Sandia berhasil membantai mereka semua. Namun kondisi

“Cepat mbok, carikan kembali aku akar tanaman merah dan ular weling yang kau katakan!” pinta tabib Sandia.“Ba-baik tuan,” angguk Mbok Sintu sebelum kemudian kembali berlari ke dalam hutan.Selagi Mbo Sintu mencari bahan tanaman penawar racun, Ki Karni yang melihat Jinggo juga terluka dengan cepat melesat membawa tubuh Jinggo.Sedangkan tabib Sandia dan Ki Paring berdiskusi mempertanyakan dari mana Lintang berasal.Berbagai prediksi mengenai Lintang saling mereka lontarkan. Namun tidak ada satu pun yang benar-benar bisa menebak asal usul Lintang.“Aku yakin dia pasti seorang tabib masyhur di tempatnya. Atau mungkin dia merupakan murid dari tabib kalangan atas. Tapi dari mana?” ungkap Tabib Sandia bingung.“Jika benar dia sehebat itu, maka pemuda ini akan menjadi aset paling berharga yang pernah kita miliki, Sandia,” Ki Paring mengelus jenggot panjangnnya.“Kau benar Paring, namun jika dia benar berasal dari kalangan atas yang diculik dan dijadikan budak, maka kita juga akan terkena im

Minggu kedua perjalanan, rombongan Ki Paring berhenti di sebuah kota besar yang merupakan pusat provinsi kekaisaran Garoka.Mereka menyewa penginapan mewah di dekat pasar untuk beristirahat, terlebih Ki Paring berniat membeli beberapa barang serta perbekalan yang akan mereka butuhkan dalam perjalanan ke depan.Penginapan Bintang Terang, penginapan yang Ki Paring sewa merupakan penginapan terbesar di kekaisaran Garoka.Terdapat ribuan saudagar, bangsawan, dan para sakti yang menginap di sana, membuat Lintang dan Jinggo amat risih mendapatinya.Ki Paring menyewa kamar paling atas di penginapan Bintang Terang, yakni lantai ke 6 agar bisa memantau keadaan.Selain itu, kamar di lantai tersebut juga merupakan kamar termurah karena harus menaiki ratusan anak tangga untuk mencapainya.Lintang, Jinggo, Jangkar, Mbok Sintu, dan Tabib Sandia berjalan beriringan meniti tangga menuju kamar.Sementara Ki Paring harus tetap berada di lantai bawah untuk menyelesaikan pembayaran sewa. Sedangkan Ki Kar

Anjeli memiliki indra perasa yang amat sangat sensitif sehingga mampu mendeteksi energi sekecil mungkin dari jarak yang sangat jauh.Penasaran dengan bentrokan energi tersebut, Anjeli lantas terbang menuju ke sana tanpa menghiraukan pesan dari pangeran Arundia.Tanpa Lintang, Anjeli memang sulit dikendalikan, gadis kecil itu memiliki sifat yang selalu ingin tahu.Sehingga ketika mendapati hal yang menarik, Anjeli akan langsung menghampirinya.Wush! Wush!Anjeli menambah kecepatan terbangnya karena ingin segera tiba di sumber bentrokan energi.Ternyata bentrokan energi tersebut berasal dari sebuah pertempuran besar yang kemungkinan merupakan pertempuran kedua dari jejak pertempuran yang Anjeli dan Pangeran Arundia temukan.Terdapat ratusan ribu prajurit yang sedang saling menyerang, yang sebagian dari mereka mengenakan jirah perang yang sama seperti jirah yang di kenakan oleh mayat-mayat yang dibakar oleh pangeran Arundia.Dari corak jirah dan ukiran yang ada di bagian dada kedua pasuk

Panglima Suma tidak tahu entah sejauh mana kesaktian Anjeli, namun dari sorot matanya, Gadis itu sepertinya memang tidak main-main dengan ucapannya.“Ayolah paman! Paman tidak asyik, cepat katakan apa paman mau semua musuh paman mati atau tidak?” desak Anjeli.Di tengah rasa bingung, takut, keheranan, penasaran, dan sakit yang mendera, panglima Suma pada akhirnya mengangguk menerima penawaran dari Anjeli.Melihat hal tersebut, sosok Anjeli seketika lenyap dari pandangan. Dia keluar dari balik kepulan asap hitam dan langsung membantai semua pasukan yang ada di sana.Gerakan Anjeli amat sangat cepat sehingga tidak ada satu pun mata yang mampu melihatnya.Anjeli cukup menyentuh tubuh musuh, kemudian tubuh mereka akan langsung meledak menjadi serpihan.Bum! Bum! Bum! Bum! .... Bum!Pendekar Samba bersama para panglima dan semua pasukannya mematung melebarkan mata, tatkala menyaksikan satu persatu pasukan musuh hancur tanpa sebab.Tidak ada wajah yang tidak memucat melihat itu, semua orang