Lahat ng Kabanata ng DALAM JERATAN OBSESI PENGUASA TAMPAN: Kabanata 171 - Kabanata 180

"Gak nyamperin ayang?"Tina terkikik lirih. Sedang Arch melempar tatapan judes ke arah sang istri."Gak ingat tadi nangis meraung, sekarang bisa ya ledekin aku."Livi mati kutu kala diingatkan kejadian beberapa waktu lalu. "Beda kasusnya," gumam Livi tidak yakin."Memang beda. Yang sama itu kenapa mood kamu jadi kayak rollercoaster begini. Kamu ada trauma sama kejadian kayak tadi."Tubuh Livi menegang. Satu reaksi yang membuat Arch curiga. Sepertinya hal ini bukan sesuatu yang bisa diremehkan."Gak perlu dibahas," potong Livi menyudahi bibit perdebatan, yang bisa saja muncul jika dia memperpanjang masalah ini."Oke," balas Arch santai. Namun oke-nya tidak segampang itu."Lalu ini bagaimana ceritanya?" Livi bertanya dengan memandang Tina. Tidak enak jika Arch ada dan Tina sendirian."Irfan otewe," info Tina setelah mengecek ponselnya."Good." Tak berapa lama ketiganya masuk ke supermarket. Dengan Arch mengerutkan dahi saat mereka menuruni tangga. Livi memegang erat lengannya, rona ket

"Aku sudah periksa CCTV. Selain cleaning servis tidak orang lain yang masuk ke ruanganmu. Selain aku, Livi dan Farah jika kamu ingin memasukkan kami dalam list tersangka."Arch mendengus sebal. Dia sama sekali tidak punya kecurigaan pada tiga orang tersebut. Berulang kali mereka mengadu domba dirinya dan Satria. Namun Arch dan Satria sama sekali tidak goyah. Ruangan Arch dilengkapi kamera pengawas di beberapa titik. Namun ada tambahan kamera yang tidak semua orang tahu letaknya.Satu tepat di atas tempatnya duduk. Dan satu lagi tersembunyi di mata boneka yang dihadiahkan Livi dulu. Waktu mereka baru menikah.Dari mata boneka tentu tidak akan terlihat dokumen apa yang diselipkan si cleaning servis. Dua kamera itu hanya bisa diakses oleh Arch. Bahkan Satria mungkin tidak tahu akan keberadaan benda itu.Ketika Arch melihat rekaman kamera pengawas di atas tempat duduknya. Dia bisa melihat dengan jelas, si cleaning servis menyelipkan satu dokumen di antara berkas yang akan ia tandatangani

Livi menghela napas, coba mengumpulkan kembali stok sabar yang lima tahun lalu pernah dia miliki. Ken sendiri hanya mengerutkan dahi, melihat sosok yang dia tahu adalah mantan tunangan kakaknya. Axel, pria itu secara tidak terduga muncul di depan Livi, yang kebetulan sedang bersama Ken. Bisa dibayangkan seperti apa otak Axel berpikir."Livi," panggil Axel."Apa? Aku sedang makan. Kamu tidak lihat? Pergi sana, aku sudah bilang tidak ingin melihatmu lagi kan?" Usir Livi tanpa ragu."Livi, kamu kok begitu."Suara itu membuat Livi melirik tajam ke arah Sandra yang berdiri di samping Axel."Lalu aku harus bagaimana? Menyambut kalian pasangan yang sudah selingkuh di belakang aku. No way!"Livi memang berusaha melupakan kejadian Axel dan Sandra berselingkuh. Namun tiap kali melihat keduanya, ingatan menyakitkan itu muncul kembali.Dia cuma manusia biasa. Punya luka, punya rasa dendam. Livi tidak pernah ingin mengungkit hal itu sebenarnya. Tapi sulit."Livi." Oktaf Axel naik.Tanpa kata Liv

"Jadi rumor keluarga kalian yang tidak harmonis itu benar?"Livi bertanya sambil menopang dagu. Di depannya ada Arch yang tetap dengan kesibukannya. Arch menoleh mendengar pertanyaan sang istri. Dahi yang berkerut, bibir sedikit manyun. Tatapan mata seolah sedang berpikir. Segalanya terlihat menggemaskan dalam pandangan Arch."Hanya antara aku dan dia ... juga Axel." Nama Axel Arch tambahkan dalam hati."Apa dia tidak baik?""Bagiku yang terbaik hanyalah mamaku. Bahkan ibu kandungku sangat jahat. Kamu tentu tahu ceritanya.""Ahh, itu cuma sekilas," jawab Livi tidak enak hati.Dia pernah mendengar nenek Anita menyebut ibu kandung Arch begitu kejam. Dari cerita dua neneknya, Livi setuju kalau ibu kandung Arch memang tidak punya hati.Livi mendadak merasa iba dengan nasib sang suami. Dibuang sejak kecil oleh ibunya sendiri, pasti sangat menyakitkan rasanya. "Kenapa?" Arch bertanya ketika Livi terus menatapnya."Kamu hebat." Alih-alih menyebut kasihan, Livi memilih kata lain untuk meng

"Aku tidak berubah. Kamu hanya belum mengenalku," balas Arch manis.Dan sejak kapan Arch bisa jadi manis begini. Livi sampai ternganga di buatnya. Livi tidak tahu saja, jika pria bisa berubah jika sedang jatuh cinta. Atau... cintanya bersambut."Masak?" Respon Livi tidak percaya."Tentu saja. Makanya kenalan dulu, jangan buru-buru menghakimi," ujar Arch mendadak bijak."Termasuk sama ayang di depan?" Mulailah Livi menyinggung Bella."Nyonya De Leon cemburu?" Arch justru menduga hal lain."Bukan begitu. Dia itu muka tembok banget ya. Masih saja datang ke sini untuk menemuimu.""Kalau yang itu, aku tidak tahu." Arch menjawab sekenanya. Sungguh tak peduli.Livi memicingkan mata, memandang sang suami yang kini kembali sibuk dengan berkasnya. Setelah keinginannya untuk saling membuka baju ditolak Livi."Marah?" Tanya Livi hati-hati."Soal?""Semua. Ayang beb, terus yang tadi."Kalimat Livi terjeda ketika Arch melirik tajam padanya. "Ayang, ayang beb. Kenapa tidak kamu gunakan itu untuk mem