Semua Bab DALAM JERATAN OBSESI PENGUASA TAMPAN: Bab 261 - Bab 270

"Salah katamu? Kau langsung percaya apa yang San Mo katakan. Tanpa menyelidiki lebih dulu. Padahal dengan kemampuanmu, kau bisa melakukannya."Chen Wei terduduk lemas. Dia tidak percaya kalau ayahnya seorang pengkhianat. Pantas mati. "Dan kau ke sini untuk membalas dendam. Kau jadikan Livi targetmu. Dia tidak bersalah. Sekarang lihat apa yang kalian lakukan padanya."Arch terus meluahkan kemarahan yang sejak tadi terpendam di hati. Dia tidak peduli Chen Wei berulangkali minta maaf padanya. Arch juga abai ketika Chen Wei berujar akan melakukan apa saja asal dia memaafkan pria itu."Antar dia pulang. Aku tidak mau melihatnya ada di sini.""Jangan! Aku tidak mau pulang. Tempat itu membuatku sedih. Aku tidak mau kembali. Biarkan aku di sini, aku janji tidak akan muncul di hadapan kalian."Semua orang saling pandang. Mereka paham jika Chen Wei tidak ingin balik ke Guangzhou. Fakta yang baru saja dia ketahui merobek semua kenangan baik akan ayahnya. Dulu Chen Wei selalu didongengkan jika

Bahagia tak terkira Ralph rasakan. Pria itu tidak pernah menyangka kalau tindakannya malam itu membuahkan hasil. Bella hamil anaknya. "Boleh peluk gak?"Bella tertegun melihat reaksi Ralph yang sungguh di luar perkiraannya. Pria itu sangat bahagia. Memeluk dirinya begitu erat. Bahkan Ralph sempat mencium pipinya tanpa sadar.Bella diam-diam melirik ke arah Arch. Alis pria itu terangkat. Seolah ingin mengatakan, "See, apa aku bilang.""Terima kasih sudah mau mengandung anakku," kata Ralph sekali lagi membuat jantung Bella berdebar lebih kencang. Serta hatinya berdesir halus."Kan masih awal lagi, lebih baik kalian segera menikah."Saran Arch membuat Bella dan Ralph terdiam seketika. "Aku terserah Bella saja. Kalau dia ingin pernikahan akan aku wujudkan. Tapi kalau tidak, aku sudah senang memiliki anak darinya."Bella kembali dibuat speechless. Dia bungkam tanpa mampu bersuara. Perkataan dan tindakan Ralph jelas membuat dirinya merasa dihargai pendapatnya.Diperhatikan keinginannya. S

Hampir sepanjang malam Arch tidak bisa tidur. Dia berulang kali mengunjungi Livi. Mengajak bicara wanita itu. Arch mengatakan kalau dia tidak mau jauh dari istrinya. Dia tidak bisa hidup tanpa Livi di sisinya. Arch sampai menangis saat mengatakan hal itu. Dia tidak mau dipisahkan dari Livi. Arch berusaha menghubungi Zico, tapi pria itu menolak panggilannya.Dia juga mengontak papanya. Dia ceritakan apa yang terjadi. Sang papa berjanji akan bicara dengan Zico. Arch pikir permasalahannya akan segera menemui titik terang. Dia pikir Zico akan luluh dengan bujukannya. Tapi siapa sangka, ketika pagi menjelang. Arch yang baru tidur tiga jam dibangunkan oleh ponselnya yang berdering nyaring.Pria itu bangun dengan rasa pusing menghantam kepala. Arch perlu beberapa waktu untuk mengatasi rasa tidak nyaman di tubuhnya. "Halo," suara Arch serak dengan tenggorokan terasa sakit."Arch, kabar buruk!"Putra Miguel langsung melesat ke tempat Livi dirawat. Di sana ada Ralph yang kebingungan sambil m

Axel tertawa garing. Niatnya ketahuan. "Memangnya gak boleh?"Sandra menegakkan punggung, sikapnya menambah ketegasan sang wanita saat bicara. "Aku tidak mau menjalin hubungan apapun denganmu."Axel terdiam, Sandra sama dengan Livi. "Oke, tidak ada hubungan selain pekerjaan. Bagaimana?"Pria itu pikir setidaknya Sandra berada satu kota, satu gedung dengannya. Hingga dia lebih mudah mengawasi Sandra. Pelan-pelan dia akan dapatkan hati Sandra.Sandra sendiri langsung diam. Dia tidak mungkin bergantung pada bibinya selamanya. Tanah dan bangunan itu memang milik orang tuanya. Namun Sandra tidak berniat untuk mengambil alih, atau menjualnya. Dia ingin meneruskan wasiat orang tuanya. Tanah itu akan jadi panti asuhan selama masih ada anak yang tinggal di sana. Selain itu dia juga ingin menghindari Raka. Lelaki yang berulang kali menyatakan suka padanya.Tapi kalau perempuan itu kembali ke perusahaan, dia harus berhadapan dengan Axel. Dia takut hatinya akan luluh lagi. Dia tidak mau menjalin

Mendengar pertanyaan sang kakak. Zico justru mengangkat dagunya tinggi, seolah menantang Zio. "Kalau iya, kau mau apa?"Amarah Zio meledak. Adiknya memang bengal sejak dulu. Suka memberontak. Tapi Zio tidak pernah menyangka kalau Zico akan tumbuh jadi ayah tanpa hati untuk Livi."Kau tidak berhak melakukannya. Mereka mau bersama atau tidak, biar mereka yang memutuskan. Kita tidak usah ikut campur."Zico tertawa kecil. "Liviku koma gara-gara dia. Apa aku bisa melihat mereka bersama?""Bisa atau tidak, tak ada hubungannya dengan kau, kita. Zico, kau tahu benar kalau mereka saling melindungi. Apa kau tidak sadar kalau mereka ada rasa?""Aku tidak peduli!"Zio menggelengkan kepala. Sang adik sangat keras kepala. Zio sekilas memandang Raisa yang ekspresi wajahnya sarat minta pertolongan. Wanita itu tahu tindakan suaminya salah. Namun dia tidak mampu membantah jika Zico sudah punya keputusan."Bahkan ketika kau tahu dia hamil cucumu?""Aku bisa singkirkan itu.""Zio jangan terlalu kejam. Di