Rafi berdiri tegap di hadapan Anna, kedua tangannya kini bersedekap di depan dada. Nafasnya berat, wajahnya datar tapi jelas sekali terlihat bahwa ia sudah kehilangan kesabaran. Di dalam pikirannya, suara bentakan Marsha masih terngiang, membuatnya muak dengan drama yang seakan tidak pernah berakhir. Namun kali ini, ia memilih untuk tidak memperpanjang.“Karena Pak Aditya diwakilkan ke kamu,” ucapnya akhirnya, suaranya tenang tapi dingin seperti baja, “maka, saya juga akan wakilkan ke Edwin.”Seketika senyum manis yang sejak tadi terpasang di wajah Anna perlahan luntur. Sekilas ia tampak kaget, tapi hanya sepersekian detik sebelum wajahnya berubah kaku.“Loh, gak bisa gitu, Kak. Aku—”Belum sempat Anna menyelesaikan kalimatnya, Rafi langsung memotong tajam. “Edwin!” panggilnya lantang.Tak lama, suara langkah cepat terdengar dari arah ujung lorong. Seorang pria muda dengan kemeja biru navy muncul tergesa, membawa tablet di tangannya. “Iya
Last Updated : 2025-11-08 Read more