Tubuh Ara bergetar hebat, kedua tangannya tak berhenti memegangi pinggiran pintu. Napasnya terasa sesak seolah ada batu besar yang menekan dadanya. Wajah itu wajah yang sudah lama ia hapus dari hidupnya kini berdiri di depan mata. Sosok yang dulu ia panggil “Papa,” kini hanya meninggalkan luka yang dalam dan tak pernah sembuh.“P—papa...” suara Ara bergetar dan terbata, hampir tak terdengar. Tatapannya kosong, namun matanya mulai memerah.Umar menatap anaknya dengan pandangan penuh penyesalan. Matanya yang dulu tegas kini tampak lelah, dipenuhi guratan waktu dan rasa bersalah. Suaranya keluar pelan, serak, namun lembut.“Apa kabar, Nak?” tanyanya, mencoba tersenyum, meski bibirnya nyaris tak mampu.Ara menatapnya dengan sorot tajam. “Mau apa Papa ke sini?” suaranya tegas, dingin, penuh kemarahan yang selama ini ia simpan.Umar menarik napas panjang, mencoba menahan gemetar pada tangannya yang sudah mulai bergetar. “Ara, Papa—”“Apa?” potong Ara cepat, suaranya naik satu oktaf, me
Last Updated : 2025-10-30 Read more