Semua Bab Terjerat Obsesi Kakak Ipar: Bab 11 - Bab 20

Kamar tidur utama di Villa Ruzzo telah disulap menjadi ruang pemeriksaan sementara. Cahaya matahari menyelinap melalui tirai beludru, menerangi tempat tidur dengan seprai putih bersih yang terasa dingin di bawah punggung Isabella.Dokter Bianchi—seorang wanita paruh baya dengan rambut pendek keperakan—memandangnya dengan mata analitis sambil mengenakan sarung tangan lateks."Relaks, Nyonya Ruzzo," suaranya datar saat alat USG dingin menyentuh perut Isabella. "Ini hanya pemeriksaan rutin."Tapi rasanya seperti interogasi. Ah, bukan! Tapi, meja eksekusi!Dokter Bianchi adalah dokter senior, dia pasti sudah sangat hafal dengan berbagai macam reaksi pasiennya.Setiap sentuhan dokter, setiap tatapan Ivy Ruzzo yang duduk di sudut ruangan—semuanya berteriak: "Kami sedang menilai apakah kau layak.""Ovarium sehat," gumam Dokter Bianchi, menggeser alat. "Tapi endometrium agak tipis. Apakah menstruasi teratur?"Isabella menggigit bibir. "Ya... teratur."Ivy menyilangkan kaki, sepatu hak tingginy

Isabella datang ke alamat yang di maksud oleh Leonardo, sebuah Villa mewah di pinggir kota. Di sana Leonardo menyambut Isabella seperti seorang suami yang menyambut istrinya setelah tidak bertemu beberapa tahun. Isabella tidak bisa menebak, sebenarnya permainan apa yang sudah disiapkan oleh Leonardo.Pilar-pilar marmer putih menyambut Isabella ketika Mercedes hitam Leonardo berhenti di halaman villa bergaya Mediterania. Lampu taman menyala keemasan, memantulkan bayangan air mancur di kolam tengah.Leonardo sudah membuka pintu mobil sebelum Isabella sempat menyentuh gagangnya."Selamat datang di rumah kita," bisiknya, tangan besar meraih jari-jari Isabella yang dingin.Rumah kita. Kata-kata itu menggema di kepalanya.Dia tidak sempat protes ketika Leonardo menuntunnya melewati taman mawar, setiap langkah dihiasi lilin yang mengambang di kolam kecil. Bau lavender dan anggur merah memenuhi udara.Bohong jika Isabella tidak terprovokasi untuk kagum dengan apa yang dilihatnya. Hal-hal roma

Setelah menjalani pemeriksaan, benih Matteo yang dinyatakan sehat. Dokter Bianchi menyarankan untuk segera melaksanakan proses inseminasi buatan itu. Isabella menjalani prosesnya ditemani Ivy, sang Mama mertua bukan suaminya seperti pasangan kebanyakan.Klinik kesuburan keluarga Ruzzo lebih mirip suite hotel bintang lima daripada fasilitas medis. Tapi Isabella tetap gemetar di atas meja pemeriksaan, lututnya terbungkus kertas steril yang berdesir setiap kali ia bergerak."Sperma Matteo sangat sehat," Dokter Bianchi mengangguk puas pada Ivy, mengacuhkan Isabella yang berbaring telentang dengan kaki terangkat. "Kami sudah menyiapkan sampel terbaik untuk inseminasi hari ini."Ivy meremas tangan Isabella. "Dengar itu, Bella? Kita punya peluang besar!""Kita." Seolah ini proyek keluarga, bukan rahim Isabella yang akan jadi medan perang.Alat logam dingin menyentuh kulitnya. Isabella menatap langit-langit, membayangkan Leonardo—bagaimana reaksinya jika tahu calon anaknya digantikan oleh beni

Setelah pertemuannya di Villa itu, Leonardo tak menghubungi atau mencari Isabella lagi. Ada rasa legah di hati Isabella tapi juga rasa kehilangan. Isabella selalu percaya bahwa seks adalah tentang cinta dan komitmen. Jadi, saat dia melakukannya dengan Leonardo secara tidak langsung itu membuatnya merasa terikat dengan lelaki itu.Namun, ia masih meyakinkan dirinya untuk lebih rasional, dia percaya bahwa wanita cenderung lebih sensitif terhadap efek oksitosin dibanding pria, yang mungkin menjelaskan mengapa beberapa wanita merasa lebih terikat setelah berhubungan intim.Oleh karena itu dia berusaha memperbaiki hubungan dengan Matteo sambil menunggu hasil dari program kehamilannya, dengan menciptakan moment-moment romantis dan salah satunya seperti hari ini mereka menghadiri pameran seni di Milan. Moment di mana pertama kali mereka bertemu dan saling jatuh cinta.Udara malam di Milan terasa hangat oleh gemerlap lampu kota dan desir gaun-gaun mewah yang berkilauan di bawah cahaya krist

Tekanan dari Papanya untuk segera memiliki keturunan menjadi tekanan yang sangat besar untuk Matteo, berita kegagalan program bayi tabung yang mereka lakukan menjadikannya semakin berat. Padahal Matteo sudah melakukan banyak pengorbanan agar program ini berhasil.Di sisi lain, Matteo sendiri juga tidak yakin kalau ini akan berhasil. Dia merasa ada diambang putus asah, dan mulai berpikir tentang meminta bantuan Leonardo lagi. Antara tujuan dan nama baik yang harus tetap dijaga.Untuk melepaskan penatnya, dia menghabiskan waktunya di bar. Tempat yang tidak pernah dia kunjungi semenjak menikah kecuali bersama rekan-rekan bisnisnya.Lampu neon biru dan merah menyapu ruangan Bar L'Ombra seperti pisau laser yang memotong kegelapan. Suara saxophone jazz yang sensual mengalun dari panggung kecil, diiringi dentingan gelas dan tawa-tawa palsu yang saling bersahutan. Bau alkohol mahal, parfum berat, dan sedikit asap rokok menciptakan atmosfer yang memabukkan—tempat di mana orang datang bukan unt