Matahari pagi menyapu marmer foyer rumah megah itu ketika Isabella melangkah keluar, mengenakan blazer linen warna krem yang membuat kulitnya yang pucat terlihat semakin halus dan bersinar. Tas tangan kecilnya digenggam erat, seperti perisai terakhir yang melindungi hatinya yang sudah retak."Nyonya, mari….," ujar sopir sambil membukakan pintu. Sementara Leonardo duduk di kursi penumpang, di sisi lain.Isabella mengangguk, senyum sempurna terukir di bibirnya—senyum yang sama yang ia gunakan di setiap acara sosial, di setiap pesta, di setiap kebohongan yang ia jalani selama ini.Tapi langkahnya terhenti ketika melihat mobil sport hitam masuk dan berhenti, sosok familiar yang menemaninya selama tiga tahun ini keluar.Matteo.Rambutnya yang biasanya rapi berantakan, kemejanya sedikit kusut di bagian kerah, seperti baru saja berlari mengejar sesuatu. Atau seseorang."Belle," suaranya terengah-engah, matanya yang biru itu penuh penyesalan palsu. "Aku... aku pulang lebih awal."Isabella men
Last Updated : 2025-07-14 Read more