Todos los capítulos de Kembalinya Sang Penguasa Dengan Sistem: Capítulo 91 - Capítulo 100

Feng Longwei sedikit menaikkan alisnya, ada sedikit keterkejutan di wajahnya.“Lima puluh tiga?” ujarnya lirih, seakan berbicara pada dirinya sendiri. “Luar biasa. Bahkan peringkat satu murid pelataran luar hanya mencapai lima puluh anak tangga.”Senyum tipis terbentuk di bibirnya. Tujuannya kali ini bukan hanya sekadar unjuk kemampuan—tapi juga deklarasi kekuatan.Ia tahu, setiap langkahnya hari ini akan menjadi pembicaraan seluruh sekte. Tapi itulah yang ia inginkan.“Kalau dunia ini menganggapku aib,” ucapnya pelan, “maka biarlah aku menjadi aib yang tidak bisa mereka anggap remeh.”Feng Longwei menutup matanya sejenak. Ia mengatur napas, lalu menyalurkan energi spiritual dari dantian-nya. Aliran Qi dalam tubuhnya berputar lancar melalui meridian, mengalir menuju ujung kaki, lalu berbaur dengan energi surgawi yang menekan dari atas gunung.Boom!Tubuhnya bergetar halus, tapi bukan karena tertekan — melainkan karena resonansi. Energi alam mulai selaras dengannya.Di sekitar, sebagia

Udara seolah menegang ketika Feng Longwei berdiri membeku di tempat. Tatapan matanya kosong beberapa detik, sebelum akhirnya kenangan masa lalu berkelebat dalam pikirannya bagaikan kilatan petir di langit senja.Sebuah adegan lama muncul begitu jelas—ia melihat dirinya yang dulu, berdiri di tepi jurang, dan di belakangnya seorang pria berwajah tenang dengan senyum samar. Feng Jinan.Ia masih ingat rasa darah di lidahnya, suara bisikan dingin di telinganya sebelum semuanya gelap.Ingatan itu berputar seperti pusaran gelap, membakar hatinya dengan rasa sakit yang tak pernah padam.‘Aku lupa... dia juga murid di Sekte Pedang Langit. Dulu sikapnya padaku memang baik, tapi pada akhirnya... dia hanyalah pria bermuka dua.’ batinnya dingin.Sorot matanya mengeras, pupilnya bergetar halus memantulkan cahaya tipis dari langit senja yang mulai tenggelam. Sekilas, wajahnya tampak begitu tenang. Namun di balik itu, amarah yang membeku dalam hatinya mulai retak, seolah menunggu waktu untuk meledak.

Langit di atas ibu kota Kekaisaran tampak suram. Awan kelabu menggantung berat, sementara hembusan angin membawa aroma lembab yang aneh—seolah dunia menahan napas di hadapan sesuatu yang belum sepenuhnya terungkap.Di dalam Istana Kekaisaran. Lantai marmer putih mengilap, memantulkan bayangan sosok berwibawa yang duduk di atas singgasana berukiran naga emas—Kaisar Feng Zhuqu, penguasa tertinggi Dinasti Yan.Jubahnya yang berwarna merah tua dengan hiasan naga emas berkibar lembut setiap kali angin melintas. Wajahnya keras, mata tajamnya menyapu seluruh ruangan, seolah menelanjangi isi hati setiap orang yang berdiri di hadapannya.Di bawah singgasana, Jenderal Mo Fuchen, pria paruh baya bertubuh kekar dengan bekas luka panjang di pipi kiri. Di sampingnya, berdiri Menteri Chu Shishan, seorang pria berumur dengan jenggot putih tipis dan mata yang selalu waspada seperti elang tua.“Yang Mulia,” ujar Mo Fuchen dengan suara berat yang menggema di antara pilar-pilar batu, “lima provinsi di ti

Beruntung, kota Linglong masih berdiri. Semua itu berkat Tian Moran, sang Martial Immortal ranah Grandmaster yang kekuatannya sanggup membalikkan keadaan. Dalam waktu kurang dari setengah jam, ia memukul mundur ribuan makhluk buas.Gema perang sudah mereda, namun masih belum pasti apakah berakhir atau tidak. Tak tahu kapan binatang buas itu akan menyerang lagi.Di halaman utama kediaman Gubernur, suasana tegang mulai terasa. Puluhan kepala keluarga dari klan ternama di provinsi Guangli berkumpul di depan halaman. Wajah mereka kusut, pakaian compang-camping, sebagian penuh noda debu. Mereka adalah para bangsawan dan saudagar kaya yang kini berubah menjadi pengungsi, kehilangan rumah dan kekuasaan mereka akibat amukan binatang buas.“Yang Mulia Gubernur,” seru Yue Suyun, Adipati kota Yuyuan, sambil menunduk namun suaranya menggema lantang. “Kami datang meminta keadilan. Seluruh kota kami hancur! Rumah, harta, dan keluarga kami lenyap. Tapi tidak sekalipun Anda mengirimkan bala bantuan u

Para sosok berjubah hitam itu masih berdiri tegak, memaksakan diri melawan tekanan energi Bilah Angin Surgawi. Meskipun berhasil bertahan dari sapuan bilah tak kasat mata itu, tubuh mereka kini dihiasi sayatan-sayatan halus yang mengeluarkan tetesan darah. Energi kegelapan yang mereka gunakan untuk melindungi diri terasa terkikis dan melemah.Salah satu pembunuh itu menyeka darah dari sudut bibirnya, matanya menyala dengan kobaran amarah yang dingin. Suaranya serak dan dipenuhi kebencian, "Bocah lancang, kau pikir kau bisa mengalahkan kami dengan teknik remeh? Kami adalah—"Belum sempat menyelesaikan ancamannya, sesuatu bergerak cepat menyambar.Feng Longwei tidak memberinya kesempatan. Setelah melepaskan jurus serangan area untuk menekan musuh, ia segera menyusul dengan serangan tunggal mematikan. Tubuhnya melesat maju dengan kecepatan yang jauh melampaui batas pandang mata manusia, bagaikan kilatan petir yang menyambar dari langit.Sret!Pedang hitam yang tadinya diselimuti aura ang