All Chapters of Janda Ceroboh dan Pengacara Dingin: Chapter 81 - Chapter 90

Ting! Suara ponsel Sofia berbunyi. Ternyata sebuah pesan dari Lala. [Sofia, kamu datang ke acara ulang tahun aku nggak?] Sofia refleks menatap wajah Bima. Tangannya kaku menggenggam ponsel, bingung harus memulai dari mana. "Kenapa?" tanya Bima, meletakkan sendoknya setelah selesai makan. "Mas... Lala ulang tahun, kan?" Sofia akhirnya membuka suara. Bima tidak menjawab, hanya menatap sekilas lalu kembali diam. Sofia mengernyit, rasa penasarannya makin kuat. "Mas, apa nggak ada perayaan?" tanyanya lagi, kali ini lebih hati-hati. Sepanjang persahabatannya dengan Lala, Sofia tahu, pesta ulang tahun itu selalu digelar meriah bersama teman-teman. Tapi setahunya, tak pernah ada pesta keluarga. Aneh. Dan rasa penasaran itu semakin mengganggu pikirannya. "Mas?" Sofia kembali bertanya, kali ini suaranya terdengar menuntut jawaban. Namun sebelum Bima sempat membuka mulut, satu per satu anggota keluarga mulai berdatangan ke ruang makan. Suasana perlahan ramai, seolah tak ada yan

Bima masih menatap layar laptopnya, jari-jarinya bergerak di atas keyboard. Tapi tanpa sengaja, matanya melirik jam di sudut layar. Pukul satu dini hari. Ia mengernyit, lalu menoleh ke ranjang. Kosong. Tak ada Sofia di sana. Artinya… sejak tadi Sofia belum juga kembali. Bima menyandarkan tubuhnya, menarik napas dalam. Awalnya ia berpikir mungkin Sofia masih bersama Oma, mengobrol sampai lupa waktu. Tapi logikanya goyah. Setengah malam begini? Apa yang bisa dibicarakan selama itu? Lalu pikiran lain merayap masuk, membuat dadanya terasa berat. Ada ketakutan samar—jangan-jangan sesuatu terjadi pada Sofia. Ingatan tentang ibunya berkelebat, tentang bagaimana perlakuan Erin yang perlahan menggerogoti kebahagiaan rumah ini. Dan sekarang, Erin yang sangat membenci Sofia tinggal di bawah atap yang sama. Bima mengepalkan tangannya. Bayangan itu membuatnya tak tenang. Dengan langkah lebar, Bima berjalan menuju kamar Oma untuk memastikan keberadaan Sofia. Namun, ia mendapati O

Sofia akhirnya memejamkan mata, tubuhnya jatuh terkulai di kursi penumpang. Ia terlelap begitu saja, antara lelah atau mabuk yang terlalu kuat. Bima menoleh sekilas, lalu segera membuang pandangannya kembali ke depan. Ia bahkan tak ingin melirik wajah Sofia. Rasa kesal memenuhi dadanya, seakan-akan ulah Sofia malam ini telah melewati batas logika yang pernah ia bayangkan. Jari-jarinya menggenggam erat setir, rahangnya mengeras. Mesin mobil meraung ketika ia menekan pedal gas, melampiaskan kekesalan yang tak bisa ia ungkapkan dengan kata-kata. Namun, Bima tidak mengarahkan mobil ke rumah. Ia tahu, jika Sofia pulang dalam keadaan seperti ini, semuanya akan berantakan. Oma akan sangat kecewa, dan orang-orang di rumah akan melihat pemandangan memalukan ini. Dengan tarikan napas panjang, Bima akhirnya memutuskan sesuatu—ia akan membawa Sofia ke hotel. Setidaknya, di sana Sofia bisa beristirahat tanpa menjadi bahan pembicaraan. Setelah memarkirkan mobilnya, Bima segera menuju rese

Bima menutup pintu kemudian menghembuskan nafas kasar. Baru saja dia melihat Sofia dengan keadaan tanpa sehelai benangpun, bayangan samalam seakan kembali membayangi. Dia juga tak menyangka semua itu akan terjadi, lebih tidak menyangka lagi Sofia jauh lebih menggairahkan daripada apa yang dia bayangkan. Ya, Bima pikir Sofia hanyalah seorang janda yang tentunya tak semenarik itu, dia tahu dia mukai penasaran tapi dia yakin setelah mendapat sekali saja dia tak akan penasaran lagi. Nyatanya tidak, kini dia semakin penasaran dan malah ingin merasakan lagi. Pertamakalinya Bima melakukannya dan itu bersama seorang janda, dan ternyata janda itu membuatnya panas dingin sekarang. "Mas!!" seru Sofia dari dalam celah pintu kamar mandi, kepala menyembul keluar dan Bima yang kini duduk di sofa meliriknya. 'Ada apa? Dia menginginkan lagi?' batin Bima. "Mas, tolong ambilkan pakaianku," pintanya. Bima pun perlahan bangkit dari duduknya dan memberikan sebuah paperbag. Sofia malah b

Sesampainya di kamar Bima menurunkannya perlahan. "Makasih," kata Sofia. Tapi saat dia akan berdiri sendiri tanpa berpegangan dengan Bima tiba-tiba saja dia hampir terjatuh lagi. "'Aduh..." katanya. Tapi lagi-lagi Bima menahanya. "Kaki aku sakit..." kata Sofia sambil menujuk kaki kanannya. Kemudian Bima pun membantunya duduk di sisi ranjang, sesaat kemudian Bima pun berjongkok dan mengoleskan minta angin sambil sedikit memijatnya. "Ahhh..." ringis Sofia menahan sakit. Sesaat kemudian Bima pun kembali berdiri. "Makasih," kata Sofia dan merasa sudah lebih baik, dengan perasaan yang menegang. Dia masih bingung bagaimana caranya untuk berhenti bertemu dengan Bima untuk sementara waktu ini. "Besok pagi sidang akan kembali dilanjutkan," kata Bima mengingatkan. Sofia yang semula menunduk perlahan mendongkak menatap Bima. Jelas terlihat dirinya sangat tegang bahkan ada keringat yang mengalir. Tak lama kemudian dia pun kembali menundukkan kepala.. "Jangan pergi da