บททั้งหมดของ Tuan CEO Tak Lagi Mencintaiku: บทที่ 51 - บทที่ 60

Udara di dalam kafe Elena mendadak terasa berat. Tatapan penuh emosi Samuel membuat Anne seperti tercekik.Semua mata pelanggan yang lain perlahan mulai tertuju pada mereka, merasakan ketegangan yang memancar begitu kuat.Anne menelan ludahnya mencoba mengatur napasnya yang kacau. Ia tahu Samuel sedang sangat marah, tapi tempat ini terlalu ramai untuk sebuah konfrontasi.“Samuel,” panggilnya lirih. “Kalau kau ingin bicara, kita bicara di rumah saja, ya? Tolong, jangan di sini.”Namun permohonan itu tak mempan. Samuel berdiri tegap di hadapannya, rahangnya mengeras, dan sorot matanya tampak gelap.“Kenapa, Anne?!” tanyanya dengan suara meninggi hingga membuat beberapa pelanggan yang tadinya pura-pura tidak memperhatikan kini benar-benar menoleh ke arah mereka.“Takut orang lain mendengar apa yang sebenarnya terjadi? Atau takut aku tahu apa yang kalian sembunyikan?”Anne merasakan darahnya tersirap. Pipinya memerah karena malu, sementara jantungnya berdegup panik.Ia bisa melihat bebera

Di sebuah ruangan mewah di lantai atas sebuah hotel berbintang lima, suara kaca pecah bergema keras.Jeane melempar gelas wine ke dinding hingga isinya berceceran seperti darah yang memercik. Nafasnya tersengal, wajahnya merah padam penuh amarah.“Tidak mungkin!” Jeane memekik, matanya liar menatap layar ponselnya yang baru saja memperlihatkan informasi dari orang suruhannya.“Aku sudah mengatur semuanya dengan sempurna! Foto itu seharusnya membuat Samuel benci pada Anne, bukan malah semakin lengket seperti ini!”Di hadapannya, seorang wanita muda yang merupakan asistennya berdiri dengan tubuh bergetar, tak berani bicara.“Na-na-nona Jeane,” ia memberanikan diri bersuara lirih. “Mungkin … mungkin Samuel benar-benar terlalu mencintai istrinya. Jadi—”“Diam!” Jeane membentak dengan suara melengking. Asistennya langsung menunduk ketakutan.“Samuel tidak mencintai siapa pun! Apalagi Anne, wanita murahan yang bahkan keluarganya saja tidak jelas!” Jeane meremas gaunnya sendiri hingga kuku-k

Waktu sudah menunjuk angka tujuh pagi.Pagi itu, aroma roti panggang dan kopi memenuhi dapur rumah mereka.Anne duduk di kursi makan, mengenakan gaun sederhana berwarna biru pastel, sambil membaca pesan di ponselnya. Alisnya sedikit berkerut, keraguan jelas tergambar di wajahnya.Pesan itu dari Elena."Anne, bisakah kau datang makan siang hari ini? Jason juga akan hadir. Kita perlu membicarakan detail acara amal untuk panti asuhan minggu depan."Anne menghela napas panjang. Ia tahu acara ini penting, apalagi menyangkut anak-anak panti yang sangat dia sayangi.Namun, setelah kejadian di kafe beberapa hari lalu, dia merasa berat untuk kembali bertemu Jason tanpa Samuel."Aku tak ingin Samuel salah paham lagi," batinnya dengan jemari yang terus mengetuk meja dengan pelan.Samuel yang baru turun dari tangga memperhatikan istrinya yang tampak gelisah. Dia lalu menghampiri Anne dan berdiri di belakang kursinya, tangannya mendarat lembut di bahu Anne."Apa yang membuatmu termenung pagi-pagi

Waktu sudah menunjuk angka tujuh malam.Malam itu, suasana di ruang kerja Samuel terasa dingin dan mencekam. Lampu meja menyinari wajahnya yang tegang, sorot matanya gelap menatap layar ponsel.Di sana, sebuah foto baru terkirim dari nomor tak dikenal — jelas ulah seseorang yang sengaja ingin mengaduk-aduk pikirannya.Foto itu menunjukkan Anne duduk di kursi restoran, sementara Jason berdiri di belakangnya, tangannya memegang sandaran kursi, mendorongnya dengan ekspresi yang terlihat lembut dan perhatian.Jika dilihat sekilas, foto itu tampak seperti momen intim antara dua orang yang sedang berkencan.Jantung Samuel berdegup kencang. Rahangnya mengeras."Anne … Jason … apa ini hanya kebetulan, atau ada sesuatu yang selama ini dia sembunyikan dariku?" batinnya penuh gejolak.Ia mencoba berpikir rasional. Anne tidak seperti itu. Dia bukan wanita yang akan mengkhianatinya.Tapi gambar di hadapannya membuat keyakinannya mulai rapuh. Rasa cemburu dan ketakutan lama yang dulu pernah ada kem

Jeane berdiri di depan cermin besar di kamarnya, bayangan dirinya tampak begitu sempurna.Gaun satin merah yang membalut tubuhnya dengan anggun, rambut tergerai dengan gelombang lembut, dan riasan yang sempurna menutupi wajah yang dipenuhi amarah.Namun, bukan itu yang menarik perhatiannya. Di genggamannya, sebuah botol kecil berisi cairan berwarna gelap tampak berkilau di bawah cahaya lampu kamar.Jemarinya yang berbalut cincin berlian bergetar ringan saat ia mengangkat botol itu, menatap isinya dengan tatapan penuh kebencian.Senyum bengis perlahan terbentuk di bibirnya. "Jika ini yang diperlukan untuk menghilangkanmu dari hidupku, Anne, maka aku akan melakukannya," batinnya penuh dendam.Jeane menghela napas panjang lalu menutup matanya sejenak, membiarkan semua rasa frustasi dan kegagalan masa lalu berputar dalam pikirannya.Berulang kali ia mencoba memisahkan Samuel dari Anne. Ia sudah menjebak Anne dengan foto-foto palsu, menyebar gosip busuk, bahkan berusaha membuat Samuel cemb