Alesha melangkah masuk ke dalam rumah tepat ketika fajar menyingsing, membiarkan cahaya pagi menerpa wajahnya yang pucat. Staf rumah tangga yang sudah terbangun menatapnya dengan pandangan campur aduk antara rasa kasihan yang merendahkan dan penghakiman yang dingin.Di ruang tamu, Arif sedang menyesap kopi paginya, membaca surat kabar bisnis, seperti biasa. Postur tubuhnya tenang, terkendali, tetapi aura di sekitarnya terasa sangat dingin, membekukan udara di sekitarnya. Ini adalah pemandangan yang tak pernah berubah, dan stabilitas yang kaku inilah yang Alesha butuhkan sebagai tameng.Arif menoleh, pandangannya tajam seperti pisau bedah. Ia mencari tanda-tanda kehancuran, penyesalan, atau setidaknya air mata—bukti bahwa ancamannya telah bekerja dengan sempurna.“Kamu sudah kembali,” kata Arif, suaranya datar, tanpa setitik pun kehangatan seorang Ayah.“Ya, Pa. Aku kembali,” jawab Alesha, suaranya dikontrol agar terdengar lelah, hampa, dan pasrah. Ia tidak berani menatap mata Ayahnya.
Last Updated : 2025-12-10 Read more