Semua Bab Ksatria Yatim Dan Gadis Tanpa Aura: Bab 31 - Bab 40

Suara lonceng pada tali kekang kuda mengiringi kedatangan geng Flawless yang baru selasai menjalankan misi penyelamatan Leona. Tim medis bergegas turun membawa tandu untuk mengangkut dan membawa Leona."Kamar pengobatan markas Flawless!" Seru Livia, turun dari kereta kuda diikuti oleh Elixia.Livia bergegas menuju pintu masuk aula—berbahan logam terkuat—yang tertutup pada malam hari. Dua orang penjaga bersamaan meletakan sidik jari pada alat pemindai di sisi kiri dan kanan pintu."GRRRKKK!" Pintu aula terbuka, Livia dan tim medis segera masuk.Di belakang mereka, Elixia tampak menatap ke arah arena pertarungan. Arena yang biasa ramai di siang hari, terasa sepi di malam hari. Namun, sesekali Elixia seperti mendengar jeritan dan rintihan jiwa-jiwa yang gugur di arena tersebut.Tampak masih begitu jelas di matanya, bayangan saat Edmond menyiksa Arthur bertubi-tubi, saat waktu seolah berhenti dan Arthur menukik tajam sebelum tubuhnya membentur arena."Entah bagaimana caranya, aku harus me

Di dalam penginapan, Elixia membuka blazernya, debu berhamburan saat dia mengibaskannya. Ia lalu menyimpan ke sandaran kursi kayu yang hanya ada dua di rumah tersebut—berhadapan dengan kursi satunya, meja bundar berada di tengah-tengah."Terimakasih sudah menolongku," ucap Elixia seraya duduk di kursi yang tersedia, menatap Riokusa yang juga duduk mengikutinya."Aku yang seharusnya berterima kasih, Nona Elixia...""Kau tahu namaku, Rio?""Ya, sebagai anggota utama Flawless nama Nona Elixia cukup terkenal...""Tapi aku tidak berguna tadi... Aku kalah, Rio...""Jangan bicara gitu... Flawless adalah tim, kalian akan kuat jika bersatu! Terimakasih...""Untuk apa, Rio?""Berkat Nona Elixia... Aku jadi paham kenapa para berandalan semakin brutal... Kekuatan kabut hitam wanita itu adalah peyebabnya."Sambil terus berbincang-bincang, Elixia mentap Riokusa cukup lama, wajahnya tampak memancarkan ketulusan. Riokusa tersenyum, tampak tersipu malu."Arthur... Aku bisa akrab dengan Rio karena dia

Elixia tiba di SMA Skywhip pagi hari, gerbang menuju aula sudah terbuka lebar. Dia melangkah cepat mendekati dua penjaga di kedua sisi pintu."Hari ini apakah ada pertarungan antar sekolah?" Tanya Elixia tanpa menatap kedua penjaga tersebut, berhenti di tengah-tengah keduanya."Brian si tinju besi dari Darksky melawan Ichi si tangan tombak dari Skywhip, Nona!" Seru kedua penjaga bersamaaan dengan keras.Elixia segera melangkah memasuki aula, dengan cepat memasuki lorong menuju markas Flawless.Jantungnya berdegub kencang, terlintas saat Diana menamparnya. "Aku muak diperlakukan seperti anak kecil..." Gumam Elixia seraya terus berjalan. Matanya tertuju pada gambar bunga mawar berukuran kecil di dinding tembok, sementara bunga matahari di sampingnya lebih besar. "Sampai kapan aku selalu di bawah bayang kak Diana..." Gumam Elixia, lagi.Dengan mengepalkan kedua tangan, Elixia bersiap menerima sambutan dari Diana dan Livia. Benar saja, baru melangkah memasuki markas, Diana sudah menunggu

"Brian sudah mati... Tuduhan Elixia tidak terbukti!" Lorens berseru, seisi arena bergemuruh, sorakan dari arah penonton memenuhi udara."Tidak mungkin," Elixia bergumam, tubuhnya berputar perlahan melihat ke sekelilingnya."Kau membunuh petarung kami di luar pertarungan resmi dan saat dia lengah!" Protes perwakilan dari Darksky, menunjuk ke arah Elixia."Hukuman mati adalah balasan setimpal..." Tambah perwakilan dari Moonhaven."Gadis ini sudah melakukan hal memalukan... Baiknya kita permalukan dulu dia!" Giliran perwakilan dari Darkmoon mencerca Elixia."Permalukan dia... Permalukan dia..." Seluruh penonton bersorak, bahkan dari kerumunan Skywhip banyak yang ikut berteriak.Livia segera melompat ke arena."Tunggu dulu... Jurus Elixia tidak akan membunuh jika kondisi Brian tidak terluka!" Livia mencoba membela Elixia, tatapannya ke arah Elixia seolah menyayangkan tindakannya."Enak saja! Jika temanmu tidak menggunakan jurusnya, Brian bisa kami obati..." Protes perwakilan Darksky. Liv

Di lorong ketiga kuil sembilan dewa, muncul seorang wanita dengan rambut panjang hingga menyapu lantai, memakai jubah putih dengan aksen merah, bagian pergelangan tangannya longgar. "Kau Helena... Wasit pertarungan Arthur dan Edmond yang menghadangku!" Seru Elixia seraya menunjuk ke arah wanita tersebut. Masih terbayang jelas saat Elixia berlari ke arah Arthur yang terkapar di arena, Helena menghadang Elixia karena dianggap melanggar aturan pertarungaan satu lawan satu. Kini wanita tersebut menatap Elixia dengan tatapan yang sama, sinis dan meremehkan. "Dia wasit death battle... Kau ingin menghapus sistem pertarungan, namun bekerjasama dengan wasit pertarungan?" Sarkas Elixia, matanya menyipit menatap Valerina yang berada di sisinya. "Helena!" Seru Valerina, singkat. Helena segera mengambil sesuatu dari balik jubahnya, sebuah tablet dalam genggamannya. "Sebagai wasit dia memiliki informasi jadwal pertarungan," jawab Valerina, tersenyum penuh misteri. Elixia menatap sinis Valerin