All Chapters of Ksatria Yatim Dan Gadis Tanpa Aura: Chapter 31 - Chapter 40

Elixia dan Livia berlari cepat, rambut indah mereka bergoyang diterpa angin malam, begitu pula celana rok keduanya ikut melambai. Pintu gerbang sekolah tertutup menghadang mereka, namun dengan anggun keduanya memanjat, kakinya seolah menempel di permukaan, bergerak vertikal dan segera melompati gerbang tersebut.Sampailah mereka di luar sekolah Skywhip, terdapat jalan setapak yang dipenuhi bebatuan. Suara gemeretak batu seolah lagu pengiring langkah mereka, gemerisik daun teh di kiri dan kanan jalan menambah harmoni.Tiba diujung jalan setapak, tampak sebuah plang penunjuk jalan. Arah ke kiri terdapat tulisan "hutan belakang sekolah", sementara arah kanan bertuliskan "perbatasan kota GREENHAVEN". Elixia dan Livia berbelok ke arah kanan, bergegas menuju perbatasan kota.Beberapa menit kemudian, keduanya tiba di perbatasan kota, campuran antara suasana modern dan tradisional. Terdapat kedai-kedai kecil dengan lampion merah, berbaur dengan restoran berkilau lampu putih terang. Tampak

Elixia dan Livia melompat, menari di udara lalu mendarat di sebuah sandaran kursi, hanya beberapa meter dari hadapan panggung tempat Serenia berdiri. Keduanya melompat, menghujamkan pukulan bersamaan. Serenia segera menari bersama cambuk dalam genggamannya, cambuk tersebut seakan perisai yang mengelilingi seluruh tubuhnya. Sadar akan terluka jika memaksakan menghantamnya, keduanya mengubah arah, mendarat terpisah di kedua sisi tubuh Serenia. Leona yang terikat di pilar tak sadarkan diri, seolah jadi saksi pertarungan yang baru akan dimulai. Elixia melompat, menari di udara, menukik tajam ke arah Serenia untuk mendaratkan pukulan. Dengan cepat ayunan cambuk Serenia melilitnya. Serenia mengibaskan cambuknya, melemparkan Elixia ke arah kursi. Pada saat yang bersamaan, Livia melancarkan pukulan dari sisi satunya. Serenia memundurkan kepalanya, dengan cepat telapak tangannya menghujam dada Livia, membuatnya mundur. "Hahahaha! Sudah lama aku tidak terhibur seperti ini," cibir Serenia.

Anak tangga menuju kuil dijaga oleh banyak pohon besar di setiap sisinya, daun-daun berguguran, terbang ditiup angin dan jatuh berceceran di setiap anak tangga. Valerina berbalik, seonggok mayat tergendong di bahunya. "Valerina..." Elixia berbisik lirih seraya memicingkan matanya. "Apa kabar teman lama... Boneka Diana dan Livia!" Valerina memprovokasi, dengan cepat melemparkan mayat ke tanah. Valerina segera merentangkan tangannya, aura kegelapan menguar di sekitar tubuhnya. Mayat pucat yang terkapar mulai menghitam, mengeluarkan kabut hitam yang terserap ke tubuh Valerina. "Monster! Kau mencuri hawa murni orang tak bersalah!" Seru Riokusa, sambil melompat rendah, melayangkan sebuah pukulan. "Hahahaha!" Valerina hanya tertawa, aura kegelapan membentuk dinding pelindung, mengelilingi tubuhnya. Pukulan Riokusa menghantam dinding pelindung Valerina, menyisakan kilatan jingga, membuat dirinya terpental. Riokusa berusaha bangkit, namun tubuhnya belum sanggup. "Mencuri? Aku ha

Beberapa menit berlalu, tatapan kosong Eleana perlahan kembali berbinar, seolah bagian jiwanya yang sedari tadi berkelana telah kembali ke tubuhnya. Jarinya yang terkepal perlahan bergerak, satu demi satu terbuka."Livia... Kau masih menyimpan buku ramalan kesatria terdahulu yang kuberikan padamu?" Tanya Eleana, nada suaranya mengalun lembut, cukup untuk membuat Livia segera bergegas menuju ruangan pribadinya dan mengambil sebuah buku."Ini, Nek Eleana..." Livia mengulurkan tangannya, hendak memberikan buku tersebut kepada Eleana."Tidak itu milikmu... Kau buka halaman enam belas dan baca isinya!" Eleana mengangkat tangannya, meminta Livia untuk membacakannya. Cukup membuatnya paham kalau Eleana menginginkan Livia untuk mengartikan maksud ramalan di buku tersebut.Livia membuka halaman yang dimaksud Eleana pada buku ramalan tersebut. Terdapat tulisan yang berbunyi...KABUT HITAM SEMAKIN PEKAT, ALUNAN MUSIK DARI JIWA YANG MURNI MELENYAPKANNYA. NAMUN...Livia membacakannya, tiba-tiba ma

Elixia berpindah dari satu alat ke alat lainnya di ruang pelatihan fisik, tiga puluh menit berlalu, beberapa gerakan untuk melatih otot dada dan lengan sudah dia lakukan. Tubuhnya tampak kencang, dengan lekukan-lekukan indah dan guratan di punggung menampilkan ototnya yang terdefinisi. Seksi dan alami tanpa tonjolan otot berlebihan.Elixia bergegas menuju sebuah samsak tinju, mengambil sebuah sarung tinju berwarna merah di dinding dan segera mengenakannya. Matanya menatap ke arah ring tinju, dua orang siswa sedang bertarung di atas ring.Tampak jelas di matanya, saat seorang siswa melayangkan pukulan dari arah bawah, menghantam dagu lawan dan menjatuhkannya hingga terbaring. Pemandangan di hadapannya seketika memudar, berganti dengan bayangan masa lalu saat dirinya dan Diana berada di atas ring yang sama. ...Elixia yang terkapar di atas kanvas, tangannya terlentang, mencoba untuk bangkit. Hanya kepalanya yang terangkat, tubuhnya terbujur kaku tidak sanggup berdiri kembali."Bangun